Showing posts with label fiqih. Show all posts
Showing posts with label fiqih. Show all posts

LOCKDOWN ala Umar Bin Khatab RA dan SOSIAL DISTANSI ala Amru bin Ash RA

March 20, 2020

Semuanya saat ini sedang marak terjadi penyebaran virus Corona yang kemudian diberi nama oleh Who sebagai Coronavirus Disease That Was Discovered 2019 disingkat covid-19 penyebaran wabah ini sangat cepat di mana hanya dalam tempo 3 bulan telah terjadi 213.557 kasus, dan korban meninggal sebanyak 8790 jiwa.

Organisasi kesehatan dunia Who telah menginstruksikan kepada setiap pemimpin negara yang rentan terhadap penyebaran virus ini untuk segera menerapkan Lockdown (isolasi), dan Sosial Distenci (menjaga jarak)  di negara masing-masing.



PANDANGAN MATA KETIKA SHALAT

October 31, 2018

Terkait dengan arah pandangan ketika salat, dalam kaifiyat salat Nabi berdasarkan hadits-hadits adalah sebagai berikut:



Pertama, pandangan ke tempat sujud yaitu ketika sebagai asal dalam salat, berikut hadis dari sahabat Anas bin Malik :

قال النبي صلى الله عليه وسلم: "مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَھُمْ إِلَى السَّمَاءِ فِي صَلاَتِهِمْ فَاشْتَدَّ قَوْلُهُ فِي ذَلِكَ حَتَّى
قَالَ لَيَنْتَهُنَّ عَنْ ذَلِكَ أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُھُمْ


"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kenapa orang-orang mengarahkan pandangan mereka ke langit ketika mereka sedang shalat? Suara beliau semakin tinggi hingga beliau bersabda: "Hendaklah mereka menghentikannya atau Allah benar-benar akan menyambar penglihatan mereka." (Sahih al-Bukhari, 1/150) .

Imam al-Bukhari menempatkan hadis tersebut dalam bab mengangkat pandangan mata ke langit ketika salat, berdasarkan petunjuk secara manthuq dalam hadis terkait dengan larangan mengarahkan pandangan kelangit ketika salat . Maka mafhum mukhalafahnya kita diperintahkan untuk
menundukan panda-ngan ketika salat atau melihat ke arah tempat sujud. Imam asSyaukani dalam
Nail al-Authar membuat bab melihat bab pandangan orang yang salat ke tempat sujudnya dan larangan melihat ke atas ketika salat” dan menem-patkan hadis diatas sebagai salah satu argumentasinya.

Kedua, disunnahkan pandangan ke arah telunjuk ketika tasyahud

عَنْ عَبْدِ اللهَِّ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ رَأَى رَجُلاً يُحَرِّكُ الْحَصَى بِيَدِهِ وَھُوَ فِي الصَّلاَةِ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ لَهُ عَبْدُ اللهَِّ لاَ تُحَرِّكْ
الْحَصَى وَأَنْتَ فِي الصَّلاَةِ فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَلَكِنْ اصْنَعْ كَمَا كَانَ رَسُولُ اللهَِّ صَلَّى اللهَُّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ قَالَ وَكَيْفَ
كَانَ يَصْنَعُ قَالَ فَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى وَأَشَارَ بِأُصْبُعِهِ الَّتِي تَلِي الإِْبْهَامَ فِي الْقِبْلَةِ وَرَمَى بِبَصَرِهِ إِلَيْهَا أَوْ
نَحْوِھَا ثُمَّ قَالَ ھَكَذَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهَِّ صَلَّى اللهَُّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَع.ُ

dari Abdullah bin 'Umar dia melihat seorang laki-laki menggerak-gerakkan kerikil dengan
tangannya saat shalat. Setelah selesai, Abdullah berkata kepadanya; "Janganlah kamu
menggerak-gerakkan kerikil saat shalat,sesungguhnya itu perbuatan syetan. Berbuatlah sebagai-mana yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam." la berkata; "Bagaimana cara Rasulullah
Shallallahu 'alaihiwasallam melakukannya?" Aku menjawab; "Beliau meletakkan tangan
kanan di atas paha kanan, lalu mengangkat jari telunjuknya ke arah kiblat dan mengarahkan
pandangan matanya ke jari tersebut -atau ke sekitarnya." Kemudian ia berkata, "Begitulah
cara Rasulullah Shallallahu 'alaihiwasallam melakukan-nya."
(Hr. Nasai, Sunan an-Nasai,
2/236)

Ketiga, boleh ketika berjamaah mengikuti pandangan ke arah imam untuk mengikuti
imam dan tidak mendahuluinya
. Di antara hadis yang menjelaskan hal tersebut adalah,

عَنْ أَبِي مَعْمَرٍ قَالَ قُلْنَا لِخَبَّابٍ أَكَانَ رَسُولُ اللهَِّ صَلَّى اللهَُّ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ قَالَ نَعَمْ قُلْنَا بِمَ كُنْتُمْ تَعْرِفُونَ
ذَاكَ قَالَ بِاضْطِرَابِ لِحْيَتِهِ

dari Abu Ma'mar berkata, "Kami bertanya kepada Khabbab, apakah Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam membaca surah dalam shalat Zhuhur dan 'Ashar?" Dia menjawab, "Ya." Kami
tanyakan lagi, "Bagaimana kalian bisa mengetahuinya?" Dia menjawab, "Dari gerakan jenggot Beliau."
(H.R. Bukhari, Sahih alBukhari, 1/150)

Hadis di atas menunjukan para sahabat melihat gerakan Nabi
sallallahu alaihi wa sallam ketika dalam salat, tujuannya tiada lain untuk mengikuti gerakan imam dan tidak mendahuluinya.
Dengan demikian kesimpulannya, ketika salat di depan atau sekitaran Ka'bah, maka
salatnya menghadap Ka'bah dengan pandangan mata ke arah tempat sujud.
Wallahu A'la 

Baca Juga :

Ringkasan Kitab To’am Syarah Riyadhu ash-Sholihin

January 13, 2014

Di Kirim Oleh Ust Jajang Solih via Fb Group ppi73

makan dengan tangan

JAMA’AH KAJIAN KITAB KUNING PESANTREN PERSIS 73 GAROGOL PASIRWANGI GARUT

ADAB MAKAN DAN MINUM

A. ETIKA MAKAN

1. Sebutlah nama Allah sebelum makan

2. Minimal mengucapkan ‘BISMILLAH’, atau lebih utama mengucapkan “BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM”.

3. Jika lupa membaca do’a di awal, maka bacalah “BISMILLAHI AWWALAHU WA AKHIROHU

4. Wajib makan dengan tangan kanan.

5. Haram makan dengan tangan kiri, karena:

* Berbuat dosa kepada Allah

* Takabur dari perintah rasulullah (sombong)

* Perbuatan syetan

6. Boleh makan dengan tangan kiri kalau keadaan darurat/ada halangan.

7. Jika makan berjama’ah, maka makanlah makanan yang ada di hadapan, kecuali (menurut pendapat ulama) kalau makanan terdiri dari berbagai jenis.

8. Jika makan sendirian, boleh menjulurkan tangan untuk mengambil makanan yang tidak ada di hadapan.

9. Ajarkanlah kepada anak-anak tentang etika makan.

10. Jangan mendahului makan sebelum orang yang lebih terhormat makan.

11. Jika makan berjama’ah, maka dianggap cukup seorang saja yang berdo’a dengan niat untuk semua. Yang paling afdhal adalah masing-masing membaca do’a sebelum makan.

12. Boleh menahan tangan seseorang yang hendak makan, jika tidak terdengar membaca do’a terlebih dahulu.

13. Jika disodorkan hidangan bacalah do’a:

الحمد لله كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَرَكًا فِيْهِ غَيْرَ مَكْفّي وَلاَ مُوَدَّعٍ وَلاَ مُسْتَغْنَى عَنْهُ رَبُّنَا

14. Setelah makan bacalah do’a:

الحَمْدُ لِلّهِ الَّذِي أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

15. Makanlah makanan yang dekat dengan kamu

16. Tidak boleh mengambil dua kurma atau yang sejenisnya, yang biasanya dimakan satu persatu, sebelum mendapat izin dari saudaranya.

17. Penyebab tidak merasa kenyang ketika makan, karena tidak mendapat barokah:

* Tidak membaca do’a sebelum makan

* Makan tidak dimulai dari pinggir

* Makan tidak secara berjama’ah

18. Barokah terdapat di tengah-tengah makanan, maka makanlah mulai dari pinggir makanan, hindarilah mendahulukan bagian atas makanan.

19. Tidak boleh makan sambil bersandar di tempat yang empuk

20. Aturan makan yang sehat adalah: sepertiga untuk makan, sepertiga untuk minum, dan sepertiga untuk bernafas. Ini akan melancarkan proses pencernaan makanan.

21. Makanlah ketika sudah merasa lapar.

22. Boleh makan sampai kenyang, dengan alasan dan pertimbangan tertentu (kasus Abu Hurairah)

23. Makruh makan sambil bersandar (merupakan perbuatan sombong terhadap Allah, dan menghambat proses pencernaan).

24. Makanlah dengan cara duduk, sambil bersandar atas kedua lutut (menghindari makan banyak).

25. Mesti makan dengan tiga jari (jari tengah, telunjuk dan ibu jari) ketika makan makanan yang dapat diraih dengan tiga jari.

26. Setelah makan mesti menjilati jari tangan atau menyuruh seseorang untuk menjilatinya (kalau mungkin).

27. Hendaknya menjilati (membersihkan/menghabiskan) makanan yang tersisa di tempat makanan (wadah), barangkali barokah terdapat di situ.

28. Jika makanan terjatuh dari tempat makan, maka ambil-lah makanan itu, dan jika terdapat kotoran, buanglah kotorannya, kemudian makanlah makanan tersebut, jangan sampai menyisakan sedikit makanan-pun untuk syaitan.

29. Wajib berwudhu setelah makan makanan yang dimasak dengan api (pendapat sebagian ulama). Sebagian ulama mengatakan; tidak wajib berwudhu, akan tetapi sunnah (lebih utama berwudhu).

30. Setelah makan daging unta (dimasak dengan api ataupun tidak) wajib wudhu.

31. Setelah makan makanan selain daging unta, sunnah untuk berwudhu.

B. ETIKA MINUM:

1. Membaca do’a sebelum minum.

2. Dianjurkan bernafas ketika minum sebanyak tiga kali, (secara beraturan) agar terhindar dari penyakit dan melancarkan proses pencernaan.

3. Dilarang minum dengan cara sekaligus.

4. Jika setelah minum mau memberikan minuman tersebut kepada orang lain, maka berikanlah kepada orang yang berada di sebelah kanan (anak kecil atau dewasa, terhormat atau orang biasa).

5. Minuman (kalau lebih dari satu wadah) harus diberikan pertama kali kepada orang yang meminta minuman tersebut.

6. Jika tidak terdapat orang yang meminta minuman, maka yang pertama kali diberi minuman adalah orang yang paling tua usianya, selanjutnya diberikan kepada orang yang berada di sebelah kanan orang yang memberi minuman (baik anak kecil ataupun orang tua, orang terhormat ataupun rakyat biasa).

7. Jika tidak terdapat orang tua, maka mulailah membagikan minuman dari sebelah kanan orang yang membagikan.

8. Hendaknya tidak minum langsung dari mulut wadah (bejana/kendi) atau “ditohtor” untuk menghindari sesuatu yang akan membahayakan diri yang minum.

9. Boleh minum sambil berdiri jika terpaksa.

10. Boleh mengambil berkah dari bekas minuman atau makanan nabi.

11. Tidak boleh meniup-niup minuman.

12. Kalau terlalu panas atau ada sesuatu pada minuman, maka boleh meniupnya dengan cara meniup minuman kemudian menjauhkan bejana tersebut dari mulutnya, kemudian meniupnya kembali, kemudian menjauhkan bejana dari mulutnya.

13. Minum boleh sambil berdiri (berdasarkan hadits fi’li/perbuatan nabi), tapi lebih utama minum sambil duduk (berdasarkan hadits qauli/sabda nabi). Berbeda dengan makan, maka hukumnya tetap haram sambil berdiri.

14. Nabi pernah minum air zam zam sambil berdiri.

15. Jika seseorang masuk mesjid, lalu disodorkan minuman, maka boleh minum sambil berdiri, karena menyalahi sabda rasul : “jika salah seorang dari kalian masuk mesjid, maka janganlah duduk sebelum shalat dua raka’at”.

16. Orang yang memberikan minuman (sohibul bait), jika bermaksud untuk minum, dianjurkan untuk minum paling akhir, dengan alasan:

* Segi mementingkan orang lain daripada diri sendiri.

* Jika ada kekurangan, ditanggung oleh yang membagikan minuman (sohibul bait).

17. Hal ini untuk melaksanakan perintah Rasulullah SAW dan mencontoh adab Rasulullah SAW.

18. Mengenai ikut sertanya sohibul bait dalam jamuan terhadap tamu, dikembalikan kepada adat kebiasaan masing-masing.

19. Semua wadah atau benda di alam ini adalah halal untuk dijadikan tempat minum, tempat makan, tempat bersuci atau tempat yang lainnya, kecuali terbuat dari emas dan perak.

20. Benda apapun boleh dipergunakan, kecuali ada dalil yang melarangnya.

21. Haram laki-laki memakai pakaian terbuat dari sutra.

22. Perempuan boleh memakai pakaian terbuat dari sutra hanya untuk berhias di depan suaminya.

23. Emas, perak dan sutra adalah perhiasan orang beriman nanti di surga.

 

RINGKASAN KITAB SAFAR - Syarah Riyadhu ash-Sholihin

Di kirim oleh Ust Jajang Solih via group Fb-ppi73

clip_image002

Jamaah Kajian Kitab Kuning Pesantren Persis 73 Garogol

RINGKASAN KITAB SAFAR - Syarah Riyadhu ash-Sholihin Muhammad Bin Shalih Al-‘Utsaimin

1. DIANJURKAN MEMULAI PERJALANAN UNTUK SAFAR PADA HARI KAMIS;

عن كعب بن مالك - رضي الله عنه - : أنَّ النبيَّ - صلى الله عليه وسلم - خَرَجَ في غَزْوَةِ تَبُوكَ يَوْمَ الخَمِيس ، وَكَانَ يُحِبُّ أنْ يَخْرُجَ يَوْمَ الْخَميسِ . متفقٌ عَلَيْهِ .

وفي رواية في الصحيحين: لقَلَّمَا كَانَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم - يَخْرُجُ إِلاَّ في يَوْمِ الخَمِيسِ.

Dari Ka’ab bin Malik -semoga Allah meridhainya-: bahwasanya Nabi SAW berangkat pada waktu Perang Tabuk pada hari Kamis, dan keadaan Nabi SAW menyukai bepergian pada hari Kamis.” (Bukhari Muslim)

Dan pada satu riwayat dalam ash-Shahihain: “Jarang sekali Rasulullah SAW bepergian kecuali pada hari kamis”.

2. DAN DIANJURKAN BERANGKAT PADA PAGI HARI;

وعن صخر بن وَداعَةَ الغامِدِيِّ الصحابيِّ - رضي الله عنه-: أنَّ رسولَ الله - صلى الله عليه وسلم -، قَالَ : (( اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِي في بُكُورِهَا (3) وَكَانَ إِذَا بَعَثَ سَرِيَّةً أَوْ جَيْشَاً بَعَثَهُمْ مِنْ أوَّلِ النَّهَارِ . وَكَانَ صَخْرٌ تَاجِراً ، وَكَانَ يَبْعَثُ تِجَارَتَهُ أوَّلَ النَّهَار ، فَأَثْرَى وَكَثُرَ مَالُهُ . رواه أَبُو داود والترمذي ، وقال : (( حديث حسن )) .

Dari Shokhr bin Wada’ah al-Ghamidi ash-Shahabiyi, semoga Allah meridhainya, bahwasanya Rasulullah SAW berdo’a: “Ya Allah, berilah berkah untuk umatku di waktu pagi (3x), dan keadaan beliau jika mengutus tentara atau pasukan perang, beliau mengirimnya di awal hari (pagi). Sedangkan Shokhr adalah seorang pedagang, dia mengirim dagangannya itu pada awal hari (pagi), maka dia menjadi kaya dan bertambah banyak hartanya. (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi, dan dia berkata: (hadits ini adalah hadits hasan)

3. DIANJURKAN DISERTAI TEMAN KETIKA BEPERGIAN;

عن ابن عمرَ رضي اللهُ عنهما ، قَالَ : قَالَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم - : (( لَوْ أنَّ النَّاسَ يَعْلَمُونَ مِنَ الوحدَةِ مَا أعْلَمُ، مَا سَارَ رَاكبٌ بِلَيْلٍ وَحْدَهُ ! )) رواه البخاري.

Dari Abdullah bin Umar -semoga Allah meridhai keduanya-, dia berkata; telah bersabda Rasulullah SAW: “Andaikan orang-orang mengetahui bahayanya orang yang berjalan sendirian sebagaimana yang aku ketahui, maka tidak akan ada orang berkendaraan yang berani berjalan sendirian pada waktu malam.” (HR. Bukhari)

4. DIANJURKAN MENGANGKAT SEORANG PEMIMPIN YANG AKAN DITAATI KETIKA BEPERGIAN LEBIH DARI SEORANG;

وعن أَبي سعيد وأبي هُريرة رضي اللهُ تَعَالَى عنهما، قالا : قَالَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم - : (( إِذَا خَرَجَ ثَلاَثَةٌ في سَفَرٍ فَليُؤَمِّرُوا أحَدَهُمْ )) حديث حسن ، رواه أَبُو داود بإسنادٍ حسن .

Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah -semoga Allah meridhai keduanya-, mereka berkata: telah bersabda Rasulullah SAW: “apabila ada tiga orang yang keluar untuk satu perjalanan, maka hendaklah mereka mengangkat pemimpin (rombongan) salah seorang diantara mereka”. (Hadits Hasan. H.R. Abu Daud dengan sanad Hasan)

5. DIANJURKAN MERAWAT DAN BERSIKAP BIJAKSANA (BERBUAT IHSAN) ATAS KENDARAAN YANG DITUMPANGI KETIKA MELAKUKAN SAFAR;

عن أَبي هُريرةَ - رضي الله عنه -، قَالَ : قَالَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم - : (( إِذَا سَافَرْتُمْ فِي الخِصْبِ، فَأعْطُوا الإبلَ حَظَّهَا مِنَ الأَرْضِ، وَإِذَا سَافَرْتُمْ في الجدْبِ، فَأسْرِعُوا عَلَيْهَا السَّيْرَ، وَبَادِرُوا بِهَا نِقْيَهَا، وَإِذَا عَرَّسْتُمْ، فَاجْتَنِبُوا الطَّرِيقَ ؛ فَإنَّهَا طُرُقُ الدَّوَابِّ، وَمَأوَى الهَوَامِّ بِاللَّيْلِ )) رواه مسلم .

Dari Abu Hurairah -semoga Allah meridhainya-, dia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: “Apabila kalian bepergian (melewati) daerah yang subur, maka penuhilah hak unta (kendaraan) dari bumi. Dan jika kalian bepergian (melewati) daerah yang gersang maka percepatlah laju jalannya unta (kendaraan), dan percepatlah sumsumnya. Dan jika kalian berhenti sebentar untuk beristirahat, maka hindarilah berhenti di (tengah) jalan, sebab itu merupakan tempat berjalannya binatang ternak, dan tempatnya singa di waktu malam”. (H.R. Muslim)

6. JIKA BERNIAT TIDUR KETIKA BERISTIRAHAT PADA WAKTU AWAL MALAM (JAUH DARI WAKTU SHALAT SHUBUH), MAKA DIANJURKAN TIDUR BERBARING KE SEBELAH KANANNYA. TETAPI JIKA HENDAK TIDUR PADA WAKTU DEKAT MENJELANG SHUBUH, MAKA DIANJURKAN TIDUR DENGAN CARA MEMBENTANGKAN SIKUT DAN MENEMPATKAN KEPALA DI ATAS TELAPAK TANGANNYA (AGAR SHALAT SHUBUH TIDAK KETINGGALAN);

وعن أَبي قتادة - رضي الله عنه -، قَالَ : كَانَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم - إِذَا كَانَ فِي سَفَرٍ، فَعَرَّسَ بِلَيْلٍ اضْطَجَعَ عَلَى يَمِينهِ ، وَإِذَا عَرَّسَ قُبَيلَ الصُّبْحِ نَصَبَ ذِرَاعَهُ ، وَوَضَعَ رَأسَهُ عَلَى كَفِّهِ. رواه مسلم

Dari Abu Qatadah -semoga Allah meridhainya-, dia berkata: “Adalah Rasulullah SAW apabila sedang berada dalam satu perjalanan, kemudian berhenti sebentar untuk beristirahat di waktu malam, beliau berbaring menghadap ke sebelah kanan beliau, dan apabila beliau berhenti sebentar untuk istirahat pada saat waktu mendekati shubuh, beliau membentangkan tangannya (dari siku sampai ujung jari), dan meletakkan kepala di atas telapak tangannya. (H.R. Muslim)

7. KETIKA BERISTIRAHAT DAN TIDUR, DIANJURKAN MEMILIH TEMPAT YANG AMAN

8. KETIKA BERISTIRAHAT DI PERJALANAN, DILARANG TERPISAH DARI KELOMPOK;

وعن أَبي ثَعْلَبَةَ الخُشَنِيِّ -رضي الله عنه-، قَالَ: كَانَ النَّاسُ إِذَا نَزَلُوا مَنْزِلاً تَفَرَّقُوا في الشِّعَابِ وَالأوْدِيَةِ. فَقَالَ رسولُ الله-صلى الله عليه وسلم-: (إنَّ تَفَرُّقكُمْ فِي هذِهِ الشِّعَابِ وَالأوْدِيَةِ إنَّمَا ذلِكُمْ مِنَ الشَّيْطَانِ !) فَلَمْ يَنْزِلُوا بَعْدَ ذَلِكَ مَنْزِلاً إِلاَّ انْضَمَّ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ. رواه أَبُو داود بإسناد حسن .

Dari Abu Tsa’labah al-Khusyani -semoga Allah meridhainya-, dia berkata; “Keadaan orang-orang apabila singgah di suatu tempat, mereka terpisah-pisah di perbukitan dan lembah-lembah. Maka Rasulullah SAW bersabda: “sungguh tercerai-berainya kalian sesungguh-nya itulah perbuatan dari syetan! Maka setelah (kejadian) itu, mereka tidak berhenti di suatu tempat kecuali sebagian dari mereka berkumpul dengan sebagian yang lainnya. (H.R. Abu Daud dengan derajat hasan)

9. DIANJURKAN SALING TOLONG MENOLONG DENGAN SESAMA PADA SAAT BEPERGIAN;

وعن أَبي سعيد الخدري - رضي الله عنه - ، قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ في سَفَرٍ إذْ جَاءَ رَجُلٌ عَلَى رَاحِلَةٍ لَهُ ، فَجَعَلَ يَصْرِفُ بَصَرَهُ يَمِيناً وَشِمَالاً ، فَقَالَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم- : (مَنْ كَانَ مَعَهُ فَضْلُ ظَهْرٍ فَلْيَعُدْ بِهِ عَلَى مَنْ لاَ ظَهْرَ لَهُ ، وَمَنْ كَانَ لَهُ فَضْلُ زَادٍ فَلْيَعُدْ بِهِ عَلَى مَنْ لاَ زَادَ لَهُ) ، فَذَكَرَ مِنْ أصْنَافِ المَالِ مَا ذَكَرَهُ ، حَتَّى رَأيْنَا ، أنَّهُ لاَ حَقَّ لأَحَدٍ مِنَّا فِي فَضْلٍ . رواه مسلم.

Dari Abu Sa’id al-Khudzriy -semoga Allah meridhainya-, dia berkata: “Ketika kami berada di suatu perjalanan, tiba-tiba datang seorang laki-laki di atas kendaraan miliknya, kemudian laki-laki tersebut mulai mengarahkan pandangannya ke kanan dan ke kiri. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang mempunyai kelebihan harta yang banyak, maka berikanlah yang lebih itu kepada orang yang tidak mempunyai harta. Dan barangsiapa yang mempunyai perbekalan yang lebih, maka berikanlah yang lebih itu kepada orang yang tidak memiliki bekal. Kemudian beliau menyebutkan pembagian harta yang telah beliau sebutkan sehingga kami berpendapat bahwa tidak ada hak sama sekali bagi seseorang dari kami dalam hal yang lebih (dari keperluan). (H. R. Muslim)

10. DIANJURKAN BERDO’A KETIKA SAFAR

وعن أَبي هريرة - رضي الله عنه - ، قَالَ : قَالَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم - : (( ثلاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَات لاَ شَكَّ فِيهِنَّ : دَعْوَةُ المَظْلُومِ ، وَدَعْوَةُ المُسَافِرِ ، وَدَعْوَةُ الوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ )) رواه أَبُو داود والترمذي ، وقال : ( حديث حسن ). وليس في رواية أَبي داود : ( عَلَى وَلَدِهِ ).

Dari Abu Hurairah -semoga Allah meridhainya-, berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: “Ada tiga macam do’a yang akan dikabulkan (oleh Allah), tidak diragukan lagi tentang ketiganya; “(yakni) Do’a orang yang terdzalimi, Do’a orang yang bepergian, dan Do’a orang tua terhadap anaknya”. (H.R. Abu Daud dan at-Turmudzi, dia mengatakan: Hadits yang Hasan. Sedangkan dalam riwayat Abu Daud tidak ada lafadz (‘ala waladihi: terhadap anaknya)

11. DO’A KETIKA NAIK KENDARAAN

اَللهُ اَكْبَرُ (3×)

سُبْحَانَ الَّذِى سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ . اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِى سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى . اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ . اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِى السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِى الأَهْلِ . اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِى الْمَالِ وَالأَهْلِ والْوَلَدِ.

“Maha Suci Dzat yang telah menundukkan kendaraan ini untuk kami, sedang sebelumnya kami tidak mampu. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami (di hari Kiamat). Ya Allah! Sesungguh-nya kami memohon kebaikan dan taqwa dalam bepergian ini, kami mohon perbuatan yang meridhakan-Mu. Ya Allah! Permudahlah perjalanan kami ini, dan dekatkan jaraknya bagi kami. Ya Allah! Engkau-lah teman dalam bepergian dan yang mengurusi keluarga(ku). Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelelahan dalam bepergian, pemandangan yang menyedihkan dan perubahan yang jelek dalam harta dan keluarga dan anak-anak.”

(Berdasarkan H.R. Muslim dari Ibnu Umar r.a)

12. KETIKA PULANG DARI SAFAR DAN DI SAAT MELIHAT KAMPUNG HALAMAN DIANJURKAN UNTUK BERDO’A;

آيِبُونَ ، تَائِبُونَ ، عَابِدُونَ ، لِرَبِّنَا حَامِدُونَ

“Kami kembali dengan bertaubat, tetap beribadah dan selalu memuji kepada Tuhan kami”

(Berdasarkan H.R. Muslim dari Ibnu Umar r.a)

Do’a ini dibaca terus menerus hingga tiba di kampung halaman

13. DIANJURKAN TAKBIR SEBANYAK 1X, 2X, ATAU 3X KETIKA MELEWATI JALAN YANG MENANJAK ATAU KETIKA BERADA DI TEMPAT YANG TINGGI, SERTA DIANJURKAN MEMBACA TASBIH SEBANYAK 1X, 2X, ATAU 3X KETIKA MELEWATI JALAN YANG MENURUN ATAU KETIKA BERADA DI TEMPAT YANG RENDAH;

وعن ابن عمرَ رضي اللهُ عنهما ، قَالَ : كَانَ النَّبيُّ - صلى الله عليه وسلم - وجيُوشُهُ إِذَا عَلَوا الثَّنَايَا كَبَّرُوا ، وَإِذَا هَبَطُوا سَبَّحُوا . رواه أَبُو داود بإسناد صحيح.

Dari Ibnu Umar -semoga Allah meridhai keduanya-, dia berkata: “Nabi SAW dan pasukannya apabila menaiki jalan-jalan yang mendaki mereka bertakbir dan apabila mereka menurun mereka bertasbih”. (H.R. Abu Daud dengan sanad yang shahih)

14. KETIKA KHAWATIR DAN MERASA TAKUT TERHADAP SUATU KAUM, MAKA DIANJURKAN BERDO’A;

اللَّهُمَّ إِنَّا نَجْعَلُكَ فِى نُحُورِهِمْ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ شُرُورِهِمْ

“Ya Allah! Sesungguhnya kami menjadikan Engkau di leher mereka (agar kekuatan mereka tidak berdaya dalam berhadapan dengan kami), dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan mereka.”

(Berdasarkan H.R. at-Turmudzi dari Abu Musa al-Asy’ari)

15. KETIKA SINGGAH DI SUATU TEMPAT, MAKA DIANJURKAN BERDO’A DENGAN DO’A;

أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ

"Aku berlindung dengan segala firman-firman Allah yang lengkap sempurna dari gangguan (kejahatan) semua makhluk-Nya"

(Berdasarkan H.R. Muslim dari Khaulah binti Hakim)

16. DO’A KETIKA MENGHADAPI MALAM DALAM SUATU PERJALANAN

يَا أرْضُ، رَبِّي وَرَبُّكِ اللهُ ، أعُوذُ بِاللهِ مِنْ شَرِّكِ وَشَرِّ مَا فِيكِ ، وَشَرِّ مَا خُلِقَ فِيكِ ، وَشَرِّ مَا يَدِبُّ عَلَيْكِ ، وَأعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ أسَدٍ وَأسْوَدٍ ، وَمِنَ الحَيَّةِ وَالعَقْرَبِ ، وَمِنْ سَاكِنِ البَلَدِ ، وَمِنْ وَالِدٍ وَمَا وَلَدَ

"Hai bumi, Robb-ku dan Robb-mu adalah Allah. Aku berlindung kepada Allah dari gangguanmu dan gangguan yang ada padamu, dan dari gangguan makhluk yang ada padamu, dan dari gangguan yang hidup di mukamu. Aku berlindung kepada Allah dari gangguan singa, srigala, ular, kalajengking dan dari penghuni negeri serta dari bapak (iblis) dan anak (syetan).

(Berdasarkan H.R. Abu Daud dari Ibnu Umar)

17. DIANJURKAN UNTUK SEGERA PULANG KEMBALI KEPADA KELUARGA JIKA MAKSUD DAN KEPERLUAN SUDAH SELESAI;

عن أَبي هريرة - رضي الله عنه - : أنَّ رسول الله - صلى الله عليه وسلم - ، قَالَ : (( السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنَ العَذَابِ، يَمْنَعُ أحَدَكُمْ طَعَامَهُ وَشَرابَهُ وَنَوْمَهُ، فَإذَا قَضَى أحَدُكُمْ نَهْمَتَهُ مِنْ سَفَرِهِ ، فَلْيُعَجِّلْ إِلَى أهْلِهِ )) متفقٌ عَلَيْهِ.

Dari Abu Hurairah -semoga Allah meridhainya- Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Bepergian itu adalah sebagian dari siksa, seseorang terhalang dari makan, minum dan tidurnya. Maka jika salah seorang dari kalian telah selesai menunaikan maskudnya, hendaklah ia segera kembali kepada keluarganya.” (H.R. Bukhari Muslim)

18. DIANJURKAN PULANG DARI SAFAR PADA WAKTU SIANG HARI, DAN MAKRUH HUKUMNYA PULANG DARI SAFAR PADA WAKTU MALAM HARI, KECUALI ADA HALANGAN ATAU TELAH MEMBERITAHUKAN TERLEBIH DAHULU KEPADA KELUARGANYA;

وعن أنسٍ - رضي الله عنه - ، قَالَ : كَانَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم - لا يَطْرُقُ أهْلَهُ لَيْلاً ، وَكَانَ يَأتِيهمْ غُدْوَةً أَوْ عَشِيَّةً . متفقٌ عَلَيْهِ

Dari Anas -semoga Allah meridhainya-, berkata: “Adalah Rasulullah SAW tidak biasa mengetuk pintu keluarganya pada waktu malam, dan beliau biasa mendatangi mereka pada waktu pagi atau sore hari”. (H.R. Bukhari Muslim)

19. DIANJURKAN UNTUK MENJADIKAN MESJID YANG ADA DI KAMPUNG HALAMAN SEBAGAI TEMPAT YANG PERTAMA KALI DISINGGAHI, KEMUDIAN MELAKSANAKAN SHALAT DUA RAKA’AT DI MESJID ITU;

عن كعب بن مالِك - رضي الله عنه - : أنَّ رسولَ الله - صلى الله عليه وسلم - كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ ، بَدَأ بِالْمَسْجِدِ فَرَكَعَ فِيهِ رَكْعَتَيْنِ . متفقٌ عَلَيْهِ.

Dari Ka’ab bin Malik -semoga Allah meridhainya-: “Sesungguhnya Rasulullah SAW jika tiba dari bepergian, beliau mendahulukan masuk ke mesjid dan shalat dua raka’at di dalam mesjid itu”. (H.R. Bukhari Muslim)

20. HARAM HUKUMNYA BAGI SEORANG PEREMPUAN BEPERGIAN TANPA DITEMANI MAHRAMNYA;

عن أَبي هريرة - رضي الله عنه -، قَالَ: قَالَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم -: (( لاَ يَحِلُّ لامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَومِ الآخِرِ تُسَافِرُ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ عَلَيْهَا )) متفقٌ عَلَيْهِ.

Dari Abu Hurairah -semoga Allah meridhainya- berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir bepergian dalam perjalanan sehari semalam kecuali bersama mahramnya”. (H.R. Bukhari Muslim)

 

Membahas Arti Bid'ah Ibadah Dan Aqidah

January 7, 2014

Dari waktu ke waktu perbuatan Bi'dah ini bukan semakin kurang, malah semakin lumrah terjadi. Padahal persoalan ibadah ini tidak lagi dapat ditoleransi oleh pendapat siapun, legalisasinya wajib mengacu pada Al-Qur'an dan Hadits Nabi saw. Kalau tidak, maka konsekwensinya bukan pahala tetapi siksa dari Allah swt. Mengingat alasan dalil mengenai bahaya dan harus mewaspadai ibadah jangan sampai terkontaminasi dengan perbuatan bid'ah, maka pembahasan bid'ah agama baik dalam ibadah maupun aqidah tak lekang oleh tempat dan juga waktu. 
Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah dengan sungguh-sungguh ingat yang banyak dan bertasbihlah kepada Allah di waktu pagi dan petang”. (Al Ahzab ayat 41-42)
Perintah memperbanyak zikir dan bertasbih seperti tersebut di atas, bukanlah berarti memberi kebebasan kepada setiap orang untuk menambah rakaat shalat, azan dan shalat hari raya atau menyusun wirid yang kemudian ditetapkan untuk selalu dibaca dalam waktu-waktu tertentu. Ibadah-ibadah ini pokok persoalannya adalah masalah akhirat. Sedangkan masalah akhirat itu ghaib bagi manusia.

Oleh sebab itu, bagaimanapun tingginya kedudukan seseorang bahkan sudah dianggap syekh, ulama, kiyai atau apapun sebutan, mereka tidak mempunyai hak dan kebebasan untuk menambah cara-cara baru. Sedangkan dalam masalah keduniaan, tidak ada satu pun halangan untuk melaksanakan satu perintah dengan berbagai macam cara, baik cara-cara itu sudah pernah dipakai oleh orang-orang dahulu maupun belum. Misalnya tentang menjaga hak dan harta orang lain serta mengatur kemaslahatan umat, kesemuanya itu merupakan maksud yang menjadi tujuan syariat Islam.


Bid’ah yang diharamkan oleh syara' berkisar pada masalah ubudiyah yang sama sekali tidak dapat diusahakan kemaslahatannya atau diijtihadkan. Orang yang mengerjakan satu perbuatan (ibadah) yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi s.a.w., sama seperti meninggalkan perintahnya. Apabila sudah pasti bahwa Rasulullah saw tidak pernah mengerjakannya, kita wajib meninggalkannya sekalipun larangannya tidak ada. Dan kalau kita kerjakan, itu termasuk bidaah.


Contoh kasus tahlilan bid'ah, amalan ta’ziyah (bela sungkawa) terhadap orang yang meninggal dunia dengan membaca Al-Quran, membaca tawasul dan wirid, berkumpul dengan makan-makan bersama. Mencari rahmat dan pahala memang sudah ada sejak dahulu, tetapi cara tersebut tidak pernah terjadi pada masa Rasulullah s.a.w. dan para sahabatnya. Padahal, sejak dulu zaman nabi para sahabat orang yang meninggal sudah banyak dan sahabat-sahabat r.a. pun adalah di kalangan mereka melakukan itu.
Tradisi di atas ini jelas hukumnya bid’ah dan agama tidak membenarkannya karana Rasulullah saw tidak pernah mengerjakannya juga mencontohkannya, walau larangannya pun tidak ada. Jika tradisi itu kita biarkan, kita setujui dengan alasan mencari keridloan Allah dan untuk mengantarkan orang yang meninggal supaya mendapat kasih dan rahmat Allah swt, kita sebenarnya berburuk sangka (su’u zhon) terhadap Rasulullah s.a.w. dan sahabat-sahabatnya.
Nauzubillahimin zalik!


Contoh lain ialah melafazkan niat ketika akan mengerjakan ibadah (seperti membaca ‘Usholli’ ketika hendak memulai sholat), padahal Rasulullah saw tidak pernah mengerjakannya. Contoh lain, Imam berdoa sesudah sholat subuh dan asar sambil menghadap makmum dan disambut oleh makmum mengaminkannya. Nabi tidak pernah berbuat demikian walaupun sekali. Amalan tersebut wajib kita tinggalkan dan bid’ah hukumnya kalau dikerjakan.


Kehawatiran terhadap amalan ibadah yang banyak dikerjakan orang yang nabi sendiri dan para sahabat tidak pernah mengamalkannya. Padahal merekalah sebenarnya yang lebih patut untuk mengamalkannya bila sekiranya hal tersebut dipandang baik sebagai jalan untuk bertaqarrub kepada Allah swt.


Mengapa kita harus memberatkan diri terhadap sesuatu yang Allah sendiri sudah memberikan keringanan (rukhsah)? Mengapa pula kita harus menyibukkan diri pada sesuatu yang Allah sendiri mendiamkannya? Bahkan Nabi s.a.w. sendiri pernah bersabda yang bermaksud:

View the original article here