Walaupun bukan pendiri Persatuan islam ( Persis ), namun A Hassan sosok yang paling berpengaruh dan merupakan guru central bagi persatuan islam. karya-karya nya menjadi rujukan bagi generasi penerus persis sampai saat ini, terutama buku “ Soal Jawab “, Tafsir Qur’an “ Al-Furqon “, dan tentang Tauhid – yang masih di pelajari sebagian santri pesantren persatuan islam.
Menurut dari berbagai buku sejarah, A. Hasan adalah sosok ulama yang aktif dalam mengkaji Islam dan aktif pula dalam berdakwah, dalam hal ini A. Hassan sangat menaruh perhatian terhadap para pemuda Islam yang sedang bersekolah di sekolah-sekolah milik pemerintah kolonial Belanda yang sangat kurang memberikan pelajaran agama Islam.
A. Hassan menyadari bahwa anak-anak muda yang tengah menuntut ilmu itu adalah calon pemimpin di masa datang yang perlu dibekali dengan pengetahuan agama yang memadai. Tekad A. Hassan untuk menarik para pemuda pelajar itu sangat kuat, bagaimanapun sibuknya, ia senantiasa menyempatkan diri untuk berbicara dengan para pemuda pelajar itu. Ditundanya pekerjaan yang sedang dikerjakannya, baik sedang mengoreksi buku atau sedang menyusun tafsir, bercakap-cakap dengan para pemuda calon pemimpin umat itu Dinggapnya lebih penting.
Diantara murid-murid sekolah menengah yang sering ke rumah A. Hassan untuk bertanya dan membahas soal-soal agama Islam adalah Moehammad Natsir. Moehammad Natsir dilahirkan di Alahan Panjang Sumatra Barat pada tanggal 17 juli 1908, ia adalah anak seorang pegawai pemerintah.
Moehammad Natsir tinggal di Bandung sejak tahun 1927 untuk melanjutkan studinya pada AMS (Algemene middelbare school setingkat SMA sekarang) setelah ia menyelesaikan sekolah dasarnya di HIS (Hollandsch Inlandsch school) dan sekolah menengah pertamanya di MULO (meet Uitgebreid Lager Onderwijs) di Minangkabau. Selain menyelesaikan sekoah formalnya, Natsir pun pernah belajar di sekolah agama di Solok yang dipimpin oleh Tuanku Mudo Amin, seorang pengikut dan kawan Haji Rasul tokoh gerakan pembaharuan Islam di Sumatra Barat. Ia juga mengikuti pelajaran agama secara teratur yang diberikan oleh Haji Abdullah Ahmad di Padang. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa Moehammad Natsir telah mengenal ajaran-ajaran kelompok pembaharu sejak kecil (Delar Noer, 1985:100).
Di Bandung, minat Natsir terhadap agama semakin tinggi. Pada tahun 1929 ia mulai mengajar agama Islam di HIK (Hollands Inlandsche Kweekschool; sekolah guru) dan MULO. Selain itu ia berusaha memperdalam agamanya dengan turut serta secara teratur mengikuti shalat jum’at dan pengajian-pengajian yang diselenggarakan oleh Persis serta mengikuti pelajaran agama di kelas khusus yang diadakan oleh A. Hassan untuk para pemuda pelajar yang sedang belajar di berbagai sekolah milik pemerintah Belanda.
Moehammad Natsir adalah orang yang terlibat dalam proses kaderisasi dibawah bimbingan A. Hassan. Dalam proses kaderisasi ini, Natsir mengalaminya pula dalam organisasi Jong Islamieten Bond cabang Bandung di bawah bimbingan Agus Salim.
A.Hassan telah berhasil memberikan pemahaman keagamaan yang kuat hingga banyak melahirkan sosok ulama potensial. Moehammad Natsir menjadi orang yang beruntung mendapat warisan kecendekiaan Agus Salim dan warisan keulamaan A. Hassan. Hasilnya, Moehammad Natsir pernah menduduki berbagai jabatan penting, antara lain Ketua Pusat Pimpinan Persis, Ketua Partai Islam Indonesia Cabang Bandung pada zaman kolonial Belanda, Ketua Umum DPP Partai Masyumi, Perdana Mentri RI, Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII), disamping kedudukannya sebagai Wakil Presiden Mu’tamar Al-Alam Al-Islami dan anggota Majelis Ta’sisi Rabithah Al-Alam Al-Islami (Endang Syaifuddin Anshary, 1985:23).
Selain Moehammad Natsir, tokoh-tokoh ulama dan politikus yang pernah menjadi murudnya antara lain adalah K.H.M Isa Anshary yang pernah menjadi Ketua Umum Pusat Pimpinan Persis (1948-1960); Ketua Umum Masyumi Jawa Barat dan anggota DPP Masyumi. Moehammad Natsir dan Isa Anshary dalam pandangan politiknya merupakan lawan dari Soekarno, yang juga pernah berguru kepada A. Hassan dalam berbagai persoalan keagamaan. Demikian pula Ustadz K.H.E Abdurrahman, Pemimpin pesantren Persis Bandung dan Ketua Umum Pusat Pimpinan Persis (1962-1983) yang juga pengasuh majalah At-Taqwa dan majalah Risalah adalah murud A. Hassan yang melanjutkan mengelola pesantren Persis di Bandung sejak ditinggalkan pindah oleh A. Hassan ke Bangil pada tahun 1941.
Diantara murud-murudnya yang lain yang kemudian menjadi ulama besar dan memimpin pesantren-pesantren besar, adalah Ustadz Abdul Qadir Hassan, putra tertua A. Hassan, yang memimpin pesantren Persis di Bangil dan pengasuh majalah Al-Muslimun serata pernah menjadi ketua Majelis Ulama Persis (sekarang Dewan Hisbah); K.H.O.Qomaruddin Shaleh, oensyarah dan pernah menjadi Wakil Ketua Pusat Pimpinan Persis; K.H.M. Rusyad Nurdin, pensyarah di beberapa perguruan tinggi, ulama tekenal, dan pernah menjadi Wakil Ketua Pusat Pimpinan Persis dan Ketua DDII perwakilan Jawa Barat; Fakhroeddin Al-Khahiri, ulama besar teman seperjuangan Moehammad Natsir pada saat berguru kepada A. Hassan; dan masih banyak lagi ulama-ulama di daerah yang menjadi guru, ulama, mubaligh dan aktivis dalam berbagai organisasi keislaman, terutama para santri Persis angkatan pertama yang menjadi pelopor dan penggerak tegaknya Qur’an-Sunnah di tempat asal mereka.
Disamping itu dapat pula diungkapkan beberapa kawan seperjuangan A. Hassan dalam menegakan Al-Qur’an dan Sunnah, disamping menjadi teman berdialog A. Hassan yang banyak menerima berbagai pemikiran yang dikemukakan A. Hassan, antara lain Ustadz Moenawar Chalil (Semarang), Ustadz K.H. Imam Ghazali (Jamsaran Solo), Prof. Dr. T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy (Yogyakarta), Ustadz Abdullah Ahmad (Jakarta), Ustadz M. Ali Hamidy (Jakarta), Ustadz Abdul Hakim dan Ustadz H. Zainuddin Hamidy (Minangkabau) dan lain-lain.
Baca Juga : Surat-Surat Dari Endeh - Antara A Hassan Dan Bung Karno
sumber : w174rd.tk
No comments:
Post a Comment