Bersyukur Sepenuh Hati Tampa Syarat

May 29, 2014

Cinta tanpa syarat. Begitulah harapan para pecinta untuk dapat mencintai sosok yang ia. Harapan itu sebagai bukti bahwa dia benar-benar mencintai sepenuh hati, apa adanya, tanpa syarat barang satu pun.

Jika cinta saja bisa tanpa syarat, sepatutnya, sebagai Muslim kita juga patut menjaga syukur tanpa syarat kepada Sang Pemberi Nikmat.

Allah SWT dalam beberapa ayat  Alquran banyak mengajak para hamba-Nya untuk mudah bersyukur. Bukan karena Dia membutuhkan rasa terimakasih dari manusia.

Bersyukur ialah sebuah kebutuhan ruhani, baik diucapkan melalui lisan dengan ‘Alhamdulillah’, juga berupa perbuatan dengan memberdayakan apa yang kita dapatkan untuk kemaslahatan manusia.

Bersyukur juga sebagai bukti kelemahan bahwa kita sama sekali tidak dapat memberikan manfaat dan mudharat bagi diri sendiri, terlebih kepada orang lain.

Karena ketidakmampuan itulah, manusia dianjurkan untuk mensyukuri apa yang ia peroleh, baik itu rezeki, kesehatan, ketentraman hidup, kebersamaan bersama orang-orang terkasih, dan masih banyak lagi nikmat-nikmat nan terhingga yang tak kuasa menyebutkannya.

Itu semua Allah limpahkan kepada manusia karena Allah bersifat Wahhab. Wahhab berarti Maha Memberi segala sesuatu baik yang dipinta ataupun tidak dipinta hamba-Nya.

Imam Ghazali menyebutkan bahwa pemberian Allah bersifat terus-menerus, tiada henti, berkesinambungan, dunia maupun akhirat, kepada siapa pun. Terlepas si hamba mensyukurinya atau tidak, karena memang pada hakikatnya Allah tidak membutuhkan apa pun dari hamba-Nya. Pemberi tanpa pamrih.

“... jika engkau bersyukur, maka akan Kutambah nikmat-Ku untukmu. Namun, jika kamu kufur (enggan bersyukur), sungguh adzab-Ku amat pedih.” (QS Ibrahim: 7)

Dalam perjalanan hidup, manusia tergolong menjadi dua: golongan syukur dan golongan kufur. Oleh karenanya, tercermin dari surah di atas bahwa janji Allah terlimpah untuk dua golongan manusia, baik yang syukur maupun yang kufur. Jika kita mensyukuri nikmat Allah apa pun bentuknya, seberapa pun banyaknya, maka nikmat itu akan bertambah.

Sebagai manusia biasa, terkadang kita alpa. Kita hanya sibuk mensyukuri pemberian-Nya yang enak dan tampak. Namun, lupa untuk bersyukur saat memeroleh musibah. Saat musibah datang, yang meluncur dalam doa-doa ialah keluhan dan kesedihan hingga penantian kapan musibah itu hilang.

Padahal, dalam terhimpit musibah sekalipun kita dianjurkan untuk tetap bersyukur, sebagai bukti bahwa itu adalah bentuk perhatian dan kasih sayang Allah.

Dalam sebuah Hadis Qudsi disebutkan, “Wahai malaikat Jibril, datanglah kepada hamba-Ku dan kirimkanlah ia sebuah musibah, karena Aku rindu akan rintihannya.” (HR Muslim).

Hadis ini mengisyaratkan bahwa diuji dengan masalah ialah bukti bahwa Allah merindu rintihan dari para hamba-Nya. Tak inginkah kita dirindu?

Akhirnya, hakikat bersyukur tanpa syarat ialah kita tidak perlu menunggu datangnya nikmat  lantas bersyukur. Tapi, bersyukur sebenarnya ialah senantiasa menjaga ungkapan terima kasih pada Sang Maha Kasih atas segala nikmat yang telah, sedang dan akan kita dapatkan. Wallahu a’lam.

Oleh: Ina Salma Febriany
sumber : republika.co.id

Yakinlah, dan Pejamkan Mata oleh Salim A. Fillah

May 23, 2014

 iman adalah mata yang terbuka,
mendahului datangnya cahaya
tapi jika terlalu silau, pejamkan saja
lalu rasakan hangatnya keajaiban

Saya tertakjub membaca kisah ini; bahwa Sang Nabi hari itu berdoa.

Di padang Badr yang tandus dan kering, semak durinya yang memerah dan langitnya yang cerah, sesaat kesunyian mendesing. Dua pasukan telah berhadapan. Tak imbang memang. Yang pelik, sebagian mereka terikat oleh darah, namun terpisah oleh ‘aqidah. Dan mereka tahu inilah hari furqan; hari terpisahnya kebenaran dan kebathilan. Ini hari penentuan akankah keberwujudan mereka berlanjut.

Doa itulah yang mencenungkan saya. “Ya Allah”, lirihnya dengan mata kaca, “Jika Kau biarkan pasukan ini binasa, Kau takkan disembah lagi di bumi! Ya Allah, kecuali jika Kau memang menghendaki untuk tak lagi disembah di bumi!” Gemetar bahu itu oleh isaknya, dan selendang di pundaknya pun luruh seiring gigil yang menyesakkan.

Andai boleh lancang, saya menyebutnya doa yang mengancam. Dan Abu Bakr, lelaki dengan iman tanpa retak itu punya kalimat yang jauh lebih santun untuk menggambarkan perasaan saya. “Sudahlah Ya Rasulallah”, bisiknya sambil mengalungkan kembali selendang Sang Nabi, “Demi Allah, Dia takkan pernah mengingkari janjiNya padamu!”

Doa itu telah menerbitkan sejuta tanya di hati saya. Ringkasnya; mengapa begitu bunyinya? Tetapi kemudian, saya membaca lagi dengan sama takjubnya pinta Ibrahim, kekasih Allah itu. “Tunjukkan padaku duhai Rabbi, bagaimana Kau hidupkan yang mati!”, begitu katanya. Ah ya.. Saya menangkap getar yang sama. Saya menangkap nada yang serupa. Itu iman. Itu iman yang gelisah.

Entah mengapa, para peyakin sejati justru selalu menyisakan ruang di hatinya untuk bertanya, atau menagih. Mungkin saja itu bagian dari sisi manusiawi mereka. Atau mungkin justru, itu untuk membedakan iman mereka yang suci dari hawa nafsu yang dicarikan pembenaran. Untuk membedakan keyakinan mereka yang menghunjam dari kepercayaan yang bulat namun tanpa pijakan.

Kita tahu, di Badr hari itu, Abu Jahl juga berdoa. Dengan kuda perkasanya, dengan mata menantangnya, dengan suara lantangnya, dan telunjuk yang mengacung ke langit dia berseru, “Ya Allah, jika yang dibawa Muhammad memang benar dari sisiMu, hujani saja kami dari langit dengan batu!” Berbeda dari Sang Nabi, kalimat doanya begitu bulat, utuh, dan pejal. Tak menyisakan sedikitpun ruang untuk bertanya. Dan dia lebih rela binasa daripada mengakui bahwa kebenaran ada di pihak lawan.

Itukah keyakinan yang sempurna? Bukan. Itu justru kenaïfan. Naif sekali.

Mari bedakan kedua hal ini. Yakin dan naïf. Bahwa dua manusia yang dijamin sebagai teladan terbaik oleh Al Quran memiliki keyakinan yang menghunjam dalam hati, dan keyakinan itu justru sangat manusiawi. Sementara kenaifan telah diajarkan Iblis; untuk menilai sesuatu dari asal penciptaan lalu penilaian itu menghalangi ketaatan pada PenciptaNya. Atau seperti Abu Jahl; rela binasa daripada mengakui kebenaran tak di pihaknya. Atau seperti Khawarij yang diperangi ‘Ali; selalu bicara dengan ayat-ayat suci, tapi lisan dan tangan menyakiti dan menganiaya muslim lain tanpa henti. Khawarij yang selalu berteriak, “Hukum itu hanya milik Allah!”, sekedar untuk menghalangi kaum muslimin berdamai lagi dan mengupayakan kemashlahatan yang lebih besar. Mencita-citakan tegaknya Din, memisahkan diri di Harura dari kumpulan besar muslimin, dan merasa bahwa segala masalah akan selesai dengan kalimat-kalimat. Itu naïf.

Dan beginilah kehidupan para peyakin sejati; tak hanya satu saat dalam kehidupannya, Ibrahim sebagai ayah dan suami, Rasul dan Nabi, harus mengalami pertarungan batin yang sengit. Saat ia diminta meninggalkan isteri dan anaknya berulang kali dia ditanya Hajar mengapa. Dan dia hanya terdiam, menghela nafas panjang, sembari memejamkan mata. Juga ketika dia harus menyembelih Isma’il. Siapa yang bisa meredam kemanusiaannya, kebapakannya, juga rasa sayang dan cintanya pada sesibir tulang yang dinanti dengan berpuluh tahun menghitung hari.

Dan dia memejamkan mata. Lagi-lagi memejamkan mata.

Yang dialami para peyakin sejati agaknya adalah sebuah keterhijaban akan masa depan. Mereka tak tahu apa sesudah itu. Yang mereka tahu saat ini bahwa ada perintah Ilahi untuk begini. Dan iman mereka selalu mengiang-ngiangkan satu kaidah suci, “Jika ini perintah Ilahi, Dia takkan pernah menyia-nyiakan iman dan amal kami.” Lalu mereka bertindak. Mereka padukan tekad untuk taat dengan rasa hati yang kadang masih berat. Mereka satukan keberanian melangkah dengan gelora jiwa yang bertanya-tanya.

Perpaduan itu membuat mereka memejamkan mata. Ya, memejamkan mata.

Begitulah para peyakin sejati. Bagi mereka, hikmah hakiki tak selalu muncul di awal pagi. Mereka harus bersikap di tengah keterhijaban akan masa depan. Cahaya itu belum datang, atau justru terlalu menyilaukan. Tapi mereka harus mengerjakan perintahNya. Seperti Nuh harus membuat kapal, seperti Ibrahim harus menyembelih Isma’il, seperti Musa harus menghadapi Fir’aun dengan lisan gagap dan dosa membunuh, seperti Muhammad dan para sahabatnya harus mengayunkan pedang-pedang mereka pada kerabat yang terikat darah namun terpisah oleh ‘aqidah.

Para pengemban da’wah, jika ada perintahNya yang berat bagi kita, mari pejamkan mata untuk menyempurnakan keterhijaban kita. Lalu kerjakan. Mengerja sambil memejam mata adalah tanda bahwa kita menyerah pasrah pada tanganNya yang telah menulis takdir kita. Tangan yang menuliskan perintah sekaligus mengatur segalanya jadi indah. Tangan yang menuliskan musibah dan kesulitan sebagai sisipan bagi nikmat dan kemudahan. Tangan yang mencipta kita, dan padaNya jua kita akan pulang..

sumber: pkspiyungan

Mau Jadi Bagian Admin Blog Alumni ?

May 21, 2014

# alhamdulillah beres oge permak blog ieu, anu ka sekian kali na. tampilan sekarang admin mencoba menerapkan lebih mirip dengan tampilan blog portal citizene populer di negara praha.

# Ternyata hasilnya sangat bagus kaningali na oge leuwih campernik dan elegan. Mudah-mudahan perubahan tampilan ini memompa semangat kembali admin untuk mengelola blog alumni ini.

# Blog yang pageview nya sangat bombastis di bandingkan dengan blog blog lain yang saya miliki. Walaupun jumlah artikelnya masih 90 artikel.

# Dan saya sebagai admin sampai saat ini, mengajak saudara en saudari jika ada yang berkenan dan mempunyai semangat joeang ( hehe )  untuk mendapingi saya menjadi admin, atau istilahnya berbagi admin.

# Silahkan kirim alamat google imel saudara saudari enke ku saya di invite.

Perjuangan tidak cukup dengan air ludah saja, karena Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata

Potret Para Mualaf

Vanesaa Vroon-Najem berhasil memenuhi keinginannya. Sebuah pameran yang ia rancang akhirnya terwujud. Pameran di Museum Amsterdam, Belanda, itu menggambarkan tentang meningkatnya jumlah mualaf dan kehidupan mereka.

Pameran sudah berjalan mulai 11 April lalu hingga 27 Juli 2014 mendatang. Pameran bertema Converted. Becoming Muslim – being Muslim itu merujuk pada penelitian Najem untuk program PhD-nya. Ia seorang antropolog yang memeluk Islam pada 1996.

Sejak pertama melakukan penelitian, ia ingin mengomunikasikannya kepada banyak orang. ‘’Saya juga ingin menyampaikan informasi lebih baik mengenai perkembangan Islam di Belanda,’’ kata Najem seperti dikutip laman berita Onislam, Ahad (18/5) lalu.

Jumlah orang yang memutuskan menjadi mualaf telah melebihi 15 ribu orang. Perempuan yang sudah bekerja di Museum Amsterdam sejak 1999 itu juga menggandeng mualaf perempuan lainnya, Saskia Aukema. Ia seorang fotografer.

Najem mengakui, proposal pameran yang diajukan ke museum diterima dengan baik karena didukung foto-foto bagus Aukema. Dan sebenarnya, Aukema pun sudah berencana untuk memamerkan foto-foto tentang mualaf.

Menurut Najem, pameran seperti ini dapat menunjukkan wajah Muslim yang damai. Bukan kelompok-kelompok radikal yang biasa ditampilkan di media. ‘’Banyak orang menggunakan istilah ‘kami’ dan mereka saat berbicara tentang Islam,’’ katanya.

Namun, Najem meyakini melalui pameran prasangka terhadap Islam dan Muslim bisa perlahan memudar. Menurut Aukema, ia menyiapkan proyek pameran ini selama enam bulan. Selain itu, Najem dan Aukema juga akan menerbitkan buku yang ditulis bersama berjudul Converted.

Menurut Noureddine Steenvoorden, seorang mualaf, pameran di Museum Amsterdam bertujuan memperkaya pengetahuan warga Belanda mengenai perkembangan sosial. Maksudnya, semakin banyak orang yang berpindah agama ke Islam.

Tak hanya itu, ia berharap pula terhapusnya prasangka buruk warga terhadap Muslim dan para mualaf. Ia membantu memasang pengumuman terkait pameran. Ia juga mengunjungi komunitas Muslim agar tertarik pergi ke Museum Amsterdam.

Ia mengajak Aukema ke masjid-masjid untuk memotret kegiatan komunitas Muslim dan mualaf. ‘’Dia ingin memberikan pandangan yang tak bias terhadap mualaf dan bagaimana mereka menunaikan ibadah sehari-hari,’’ kata Steenvoorden.

Saskia Aukema mengungkapkan pengalamannya saat bertemu dengan para mualaf dan kemudian memotretnya. Menurut dia, upaya meningkatkan hubungan anak-anak muda mualaf dengan orang tuanya menjadi topik utama bagi mereka.

Aukema mencoba menangkap fenomena ini melalui lensa kameranya. Salah satunya, ujar dia, seorang perempuan mualaf berbincang bersama ibunya dengan penuh kasih sayang.

sumber : republika.co.id

Cara Jitu Menafsirkan Mimpi

March 15, 2014

Diriwayatkan dari Anas bin Malik
RA, Rasulullah pernah bersabda,
“Mimpi yang baik dari orang
saleh adalah bagian dari 46
unsur kenabian.” (HR Ibnu Majah).

power-of-the-dream

Mimpi, dalam Islam tak sakadar bunga tidur. Bagi orang-orang tertentu yang memiliki derajat keimanan yang tinggi, mimpi bisa memiliki makna yang beragam dan mendalam. Tradisi penafsiran mimpi sendiri, sudah berlaku sejak peradaban manusia berada. Nabi Yusuf, misalnya, dikenal ahli dan mampu menakwil mimpi.

Dalam tradisi intelektual ulama klasik,aktivitas menafsirkan mimpi juga banyak mendapat perhatian. Banyak tokoh yang dikenal mahir mengartikan mimpi dan menghasilkan karya monumental, salah satunya adalah Ibnu Sirin, seorang tokoh yang bernama lengkap Abu Bakar Muhammad bin Sirin al-Anshari. Dalam kitabnya berjudul  Ta’bir Ar-Ru’ya, ia memaparkan hal ihwal yang berkenaan dengan mimpi.

Selain kitab itu, sebenarnya ada satu lagi kitab yang disandarkan kepemilikannya terhadap Ibnu Sirin, yaitu Al-Muntakhab al-Kalam fi Tafsir al-Ahlam. Kitab yang pertama, oleh mayoritas ulama, valid diakui buah karyanya. Ibnu Khaldun, misalnya,menegaskan hal itu dalam Muqaddimah. Sosiolog Muslim tersebut menyebut Ta’bir murni karya Ibnu Sirin. Lain halnya dengan kitab yang kedua, Al-Muntakhab, Az Zarkali meragukan kebenaran penyandaran kitab tersebut atas Ibnu Sirin.

Ta’bir Ar Ru’ya terdiri atas25 bab utama. Ibnu Sirin mengawali kitabnya tersebut dengan meletakkan prinsip dan kaidah dalam penafsiran dan pembacaan mimpi. Menurut dia, penafsiran mimpi bukan aktivitas sembarangan. Mimpi, dalam Islam, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadis antara lain nukilan Ibnu Majah adalah sebagian kecil dari 46 instrumen kenabian. Karena itu, para penakwil mimpi setidaknya harus menguasai Alquran dan hafal hadis-hadis Nabi, paham tentang karakter dan pola hidup manusia, dan mengetahui kaidah-kaidah penakwilan. Bekal seperti ini, dalam pandangan tokoh kelahiran Basra tersebut, penting dimiliki oleh penakwil mimpi. Mimpi muncul dengan latar belakang yang berbeda, baik waktu maupun tempatnya.Pembacaan terhadap mimpi pun kadang harus merujuk pada Alquran ataupun hadis Nabi.

Dicontohkannya, seperti tafsir telur dalam sebuah mimpi bisa dimaknai dengan kejadian ataupun peristiwa dalam kehidupan nyata orang yang bersangkutan dan berkaitan dengan perempuan. Penafsiran itu merujuk pada ayat ke-49 dari surah ash-Shaaffaat yang mengibaratkan kesucian bidadari-bidadari dengan telur burung unta yang tersimpan dengan baik. Adakalanya pula, sebuah mimpi ditafsirkan dengan lawan dari sebuah fakta. Misalnya, kondisi tertawa dalam mimpi, takwilnya bisa berarti akan menangis di kehidupan nyata. Begitu juga sebaliknya. “Bila menangis di mimpi, itu maknanya kita akan tertawa riang,” tulisnya.

Oleh Nashih Nashrullah – sumber: republika.co.id

Umar bin Khaththab : Kirimkan salamku kepada Utbah, katakan kepadanya, takutlah kepada Allah

March 13, 2014

umar-bin-khattab-_130626105615-607

Pernah suatu ketika,  Gubernur Azerbaijan Utbah bin Farqad mengirimkan hadiah manisan untuk Amirul Mukminin Umar bin Khaththab. Manisan ini dibawa oleh utusan Gubernur. Setelah dicicipi, Umar menyatakan rasanya enak.

Lalu, ia bertanya,’’Apakah semua rakyatmu di sana menikmati makanan yang sama seperti ini?'' Utusan itu menjawab, “Tidak. Itu adalah makanan orang-orang tertentu.” Mendengar hal tersebut, Umar pun langsung menutup kembali wadah makanan itu.

Umar memerintahkan utusan tersebut untuk kembali ke Azerbaijan dan menegaskan, ’’Kirimkan salamku kepada Utbah, katakan kepadanya, takutlah kepada Allah, kenyangkanlah rakyatmu dengan makanan yang membuatmu kenyang.”

Demikianlah cuplikan ketegasan dan kepekaan Umar saat mengemban amanat sebagai pemimpin kaum Muslimin. Betapa responsif dirinya melihat sesuatu yang tidak pantas di matanya. Padahal bagi kebanyakan orang, hal itu sangat biasa atau lumrah adanya.

Rasa empati menantu Rasulullah itu luar biasa. Sesungguhnya Umar telah menyisakan warisan keteladanan yang sangat berharga bagi siapapun yang didaulat sebagai pemimpin.

Sebagai pimpinan tertinggi, ia bersama para gubernurnya berhasil memelopori kesalihan struktural dan fungsional dalam masyarakat. Tidak ada yang memungkiri, masa lalu Umar sebelum memperoleh hidayah sangat kelam.

Namun setelah memeluk Islam, ia berubah total. Mulai saat itu, Umar selalu mendukung perjuangan Rasulullah Semua itu demi menebus kejahiliyahan pada masa lalu. Begitu pula setelah menjadi Amirul Mukminin, semakin besar pula takwanya kepada Sang Pencipta.

Umar menetapkan aturan ketat bagi para gubernurnya. Mereka harus hidup sederhana, jauh dari kemewahan. Iman dan akhlak harus jadi penopang kepemimpinan. Bukan sekadar sensasi atau basa-basi namun dalam bentuk aksi nyata.

Apa yang dicontohkan Umar ribuan tahun lalu itu, hari ini seperti perkara tabu di kalangan pemangku jabatan di negeri kita. Para pejabat dan pemimpin kita seolah hidup untuk diri, keluarganya, atau golongannya saja.

Mereka tidak peduli, rakyat bawah sudah makan enak atau tidak. Sudah tidur nyenyak atau tidak. Betapa pekanya hati Khalifah Umar itu sehingga ia menahan diri meski pada makanan yang halal. Apalagi untuk sesuatu yang haram.

Banyak pejabat hari ini tidak kenal dengan perkara halal, haram, apalagi syubhat. Semua fasilitas dan kemewahan hidup mereka anggap sebagai anugerah yang harus dinikmati. Namun yakinilah, kisah keteladanan Umar  di atas bukan mustahil nyata kembali.

Keteladanan itu memang harus dipelopori terutama oleh para atasan. Inilah cara yang paling efektif untuk mengubah keadaan rakyat menjadi lebih baik.

Manusia tergantung kebiasaan pemimpinnya. Tidak bisa dengan pencitraan, sensasi, apalagi berpura-pura. Keteladaan itu harus ikhlas, apa adanya, dan lahir dari hati terdalam.

sumber : republika.co.id

Islam Agama Terbesar Kedua, Di Rusia

March 8, 2014

BENDERA ISLAM

Islam adalah agama kedua yang paling banyak dianut di Rusia setelah Kristen Ortodoks. Jumlahnya sekitar 21-28 juta penduduk atau 15-20 persen dari sekitar 142 juta penduduk. Islam dianggap sebagai salah satu agama tradisional yang merupakan warisan sejarah Rusia.

Menurut sebuah jajak pendapat oleh Pusat Riset Opini Publik Rusia, enam persen responden menganggap diri mereka Muslim. Ada lebih dari 5.000 organisasi Muslim yang terdaftar. Kelompok ini terdiri dari Sunni, Syiah dan sufi.

Muslim di Rusia kini memiliki kehidupan yang lebih baik dibandingkan masa komunis dulu.  Untuk pertama kalinya dalam sejarah Rusia, pemimpin Rusia (Vladimir Putin) memasukkan menteri Muslim dalam kabinetnya dan mengakui eksistensi Muslim Rusia.

Suku Dagestani diketahui sebagai kaum Muslim pertama di Rusia. Mereka memeluk Islam setelah penaklukan oleh Arab pada abad ke-8. Negara bagian Muslim pertama di Rusia adalah Volga Bulgaria (922 M). Orang Tatar mewarisi agama dari negara ini. Kemudian sebagaian besar orang Eropa dan Turki Kaukasia mengikuti memeluk Islam.

Penaklukan Rusia atas Kaukasus Utara pada abad ke-18 dan 19 membawa Muslim dari kawasan Dagestan, Chechen, Circassia, Ingush dan sekitarnya ke dalam negara Rusia. Sebagian besar kaum Muslim di negara federasi ini menganut Islam Sunni.

Di beberapa kawasan, terutama di Dagestan dan Chechnya, ada tradisi sufisme yang diwakili oleh tarekat Naqsyabandi dan Shazili dipimpin oleh Syekh Said Afandi al-Chirkawi ad-Daghestani.

Alquran pertama yang dicetak  diterbitkan di Kazan pada 1801 M. Pada era 1990-an, jumlah percetakan risalah Islam meningkat. Surat kabar dan majalah Islam dalam bahasa Rusia diterbitkan.

Penduduk Muslim biasanya bermukim di antara Laut Hitam dan Laut Kaspia, yakni masyarakat Avar, Adyghe, Balkar, Nogai, Chechnya, Circassian, Ingush, Kabardin, Karachay dan Dagestan. Di Volga Basin tengah juga terdapat penduduk Tatar dan Bashkir. Banyak Muslim juga yang tinggal di Perm Krai dan Ulyanovsk, Samara, Nizhny Novgorod, Moscow, Tyumen, dan Leningrad Oblast (kebanyakannya kaum Tatar).

Secara resmi jumlah masjid di Rusia mencapai 4.750 masjid. Namun jumlah sebenarnya jauh lebih besar dan terus bertambah. Di Dagestan saja terdapat antara 1.600 - 3.000 masjid. Dalam sepuluh tahun terakhir, jumlah masjid di Tatarstan telah melebihi 1.000.

Di ibu kota Rusia dengan jumlah pemeluk Islam yang melebihi satu juta orang, terdapat 20 komunitas Muslim dan lima masjid. Menurut pakar data Rusia, sedikitnya terdapat 7.000 masjid di Rusia.

Masjid Marcani adalah masjid tertua yang dibangun di Kazan. Masjid ini dibangun pada 1766-1770 M saat Catherine Agung berkuasa dengan donasi dari masyarakat. Masjid Marcani menjadi satu-satunya masjid yang lolos dari penutupan ketika periode Uni Soviet. Arsiteknya, Vasily Kaftyrev menggabungkan gaya barok dan gaya arsitektur abad pertengahan. Masjid dua tingkat ini berlokasi di tepi Danau Qaban.

Sumber : republika.co.id

TUNGKUL KA JUKUT TANGGAH KA SADAPAN

March 4, 2014

TUNGKUL hartina sirah dielukeun sarta beungeut diarahkeun ka handap. Naon anu di tingali téh? Nyaéta jukut. Jukut sok dipapandékeun sabagé jelema leutik, atawa rahayat. Tanggah ngarupakeun lawan tina tungkul, nyaéta nyanghareupkeun beungeut ka luhur.

Ningali ka luhur. Naon anu kudu ditingali di luhur téh? Taya lian nyaéta sadapan. Sadapan nyaéta tempat ngala lahang kawung atawa kalapa nu ditandéan ku lodong. Lahang lamun ditaheur, dipanaskeun terus di guis ku pangarih bakal ngahasilkeun gula. Gula rasana amis. Jadi lantaran kitu sadapan sok dipapandékeun kana rejeki, kauntungan atawa jabatan pikeun ngudag kasenangan hirup. muslimah-tunduk

Pikeun pamingpin disagigireun ti ngudag kasenangan, nyaéta ku ningali sadapan téa, ogé kudu ningali ka handap. Ningali ka jukut, bisi aya hama anu matak ngaruksak jukut. Sabangsaning bereng, wereng, hileud atawa simeut. Teu saeutik rahayat nu sok di hihileudan, disingsieunan, diperes ku ulon-ulon nu jadi pamingpin.

Nu matak rahayatna kudu diroris, diaping sareng dijaring, ulah antepan boh bisi aya kabutuhna. Sareng ulah mercayakeun teuing badéga. Lantaran kiwari mah loba nu carmuk, cari muka. Atawa ABS, asal bapa senang. Anu dilaporkeun ngan ukur anu pikasenangeun wungkul. Ari anu pikakuciwaeun mah tara ieuh dilaporkeun. Malah rahayat sok dijarieun sawah, tah ku badega téh. Dipaké céngcéléngan pikeun nyumponan kabutuh pribadina.

Hiji pamingpin kudu inget yén rahayat téh anu ngadeudeul kana ayana pamingpin. Moal aya pamingpin mun teu aya rahayat. Jadi lebah dieu mah, pamingpin téh kudu bisa merenahkeun dirina. Kudu saimbang antara ngudag sadapan jeung nyébor jukut ku cai atawa di gemuk.

Conto pamingpin anu boga laku lampah hadé kitu di urang baheula, nyaéta KH Agus Salim. KH Agus Salim, mangrupakeun ulama moyan, pinter. Bisa biantara, cumarita. Basa anu dikawasana salianti basa daérahna nyaéta basa Minang jeung basa Indonésia, ogé capétang dina sababaraha basa deungeun alias basa asing kalawan paséh. Basa Arab, Walanda, Prancis, Jerman, jeung basa Inggris. Tapi anjeuna henteu gumedé, hirupna basajan. Mun ceuk basa kiwari mah merakyat, meureun. Anjeuna ku Présidén Soekarno diangkat sabagé mentri luar nagri. Hiji kamantrian anu henteu cicing baé di jero nagara, tapi kudu ngacacacng ka luar nagri. Anggoanana teu béda
jeung pakéan rahayat biasa. Anjeuna henteu ngarasa risih, gimir, leutik burih
dina babarengan jeung diplomat urang asing waktu sawala. Anjeuna teu lingsem
nganggo anggoan tatambalan.

Pamadeganana mah yén kahormatan diri téh lain ku gulubur jeung hurung hérangna pakéan luar, tapi uteuk. Hal ieu saluyu sareng Khalifah Umar bin Khotob anu sering nganggo anggoan nu dijarumat. Aranjeuna ngalakukeun kitu téh lantaran jabatan ngarupakeun amanah, cenah. Amanah ti rahayat, anu kudu di
mumulé. Amanah kudu pertanggung jawabkeun lain waé ka rahayat, tapi ogé ka
Gusti Alloh. Janten KH. Agus Salim mah ngarupakeun hiji pamingpin nu sok tungkul ka jukut sarta tanggah ka sadapan.

Henteu katungkulkeun ku sadapan wungkul. Tapi sok inget ka rahayat anu waktu harita kakara lésot tina ranggeuman penjajah Walanda jeung Jepang. Waktu harita rahayat di urang loba anu mariskin.

Dina ngemban amanahna, anjeuna kantos
kacaturkeun, nalika anjeuna diutus ku Présidén Sukarno pikeun ngaluuhan hiji gempungan anu diayakeun di Solo. Anjeuna angkat ka Solo nganggo SS (KA). Nu mangku hajat di Solo, ngutus utusan pikeun mapag anjeuna ka Stasion. Nu marapagkeun kabéh naringalina kana daréksi (gerbong KA) kélas hiji, kelas éksékutif
meureun mun ayeuna mah, nyaéta daréksi anu matak pikagenaheun.

Sanggeusna daréksi kelas hiji kosong, nu ngajemput pating olohok. Margi KH Agus Salim teu katingal kaluar. Nuju caralangak ceuleungeuk milarian anjeuna, tah nu mapag téh, na atuh jebul téh KH Agus Salim norojol kaluar tina daréksi kelas tilu. Angkat ngagandeuang, teu ngarasa haringhang jeung honcéwang, ngajingjing tas kulit
kumal. Ku pamapag diburu, bari pok nyarita, :”Naha juragan bet calik di daréksi kelas tilu?” Bet walerna téh matak pikahélokan, “Kuring maké daréksi kelas tilu, lantaran euweuh kelas opat,” cenah.

KUMAHA ari pamingpin urang kiwari? Langka, mun teu disebut moal aya téh. Mani jauh tanah ka langit, upama ku urang dibandingkeun jeung akhlakna KH. Agus Salim. Éta kamari urang ngadéngé mantri-mantri anyar dibagi mobil méwah. Mobil anu hargana 1,3 milyar rupiah. Tapi koméntarana matak pikasebeleun. Aya nu nyebutkeun, teu kaasup méwah atuh mobil kieu mah! Ah wajar-wajar wé sakieu mah!

Aya oge nu nyebutkeun murah lantaran gampang miarana, béngkél geus pabalatak. Jeung aya anu nyebutkeun leuwih heurin tibatan mobil nu kamari, cenah. Teu euleum-euleum nyararitana téh. Teu ngaragap haté rahayat pisan. Padahal lamun duit anu dipaké meuli mobil éta, dibandingkeun jeung upah buruh atawa pangsiunan ganjorna gé, leuwih ti lungkawing. Lain matak pateuh deui mun suku tijalakeuh téh, tapi matak pejah jeung burakrakan awak. Jajauheun atuh kana mikirkeun nasib rahayat
anu katalangsara mah.

Sakola raroboh … lantaran kelas wangunan teu nyukupan akibat kurang waragad, nepikeun ka barudak dialajarna téh dihandapeun ténda jeung panyawéran, aladiprek teu maké bangku, atuh dina ngolomentaran ulah pikanyerieun.

Teungteuingeun. Para pamingpin di urang mah, bet kawas nyai ronggéng, ari tungkul bari imut, ari tanggah lelenggakan. Tungkul ngan ukur ngitut, supaya kataji, boga perhatian, padahal aya nu dianjing cai. Aya anu dihéroan. Nepikeun ka jalma bodo parogot. Kairut ku imutna.

Nepika werat méré panyombo kanu donto, nyumbang ka si lénjang. Atuh dina tanggahna, ngadon lelenggakan, nyeungseurikeun talajakna jukut anu teu baha, teu walakaya. Bungah, ningali rahayat nu satia tur satuhu, sanajan bari kurat karét. Wallohu a’lam.*

sumber: majalah binadakwah

Masuk Surga Bukan Karena Amal

March 3, 2014

سَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا فَإِنَّهُ لَا يُدْخِلُ أَحَدًا الْجَنَّةَ عَمَلُهُ قَالُوا وَلَا أَنْتَ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللهُ بِمَغْفِرَةٍ وَرَحْمَةٍ

    “Tepatlah kalian, mendekatlah, dan bergembiralah, karena sesungguhnya amal tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga.” Para shahabat bertanya: “Termasuk juga anda wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Ya, termasuk juga saya, kecuali jika Allah menganugerahkan ampunan dan rahmat kepadaku.”

Untitled-1

Takhrij Hadits

Hadits di atas diriwayatkan dalam kitab berikut ini:

    Shahih al-Bukhari kitab ar-riqaq bab al-qashd wal-mudawamah ‘alal-’amal no. 6463, 6464, 6467.
    Shahih Muslim kitab shifat al-qiyamah wal-jannah wan-nar bab lan yadkhula ahadun al-jannah bi ‘amalihi no. 7289-7302.
    Sunan Ibn Majah kitab az-zuhd bab at-tawaqqi ‘alal-’amal no. 4201.
    Musnad Ahmad bab hadits Abu Hurairah no. 8233, 9830, 10011, 14944; bab hadits ‘Aisyah no. 24985, 26386

Matan Hadits

Dalam riwayat al-Bukhari no. 6463, tuntunan Nabi saw terkait hadits di atas ada enam, yaitu:

لَنْ يُنَجِّيَ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ قَالُوا وَلَا أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ وَلَا أَنَا إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ بِرَحْمَةٍ سَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَاغْدُوا وَرُوحُوا وَشَيْءٌ مِنْ الدُّلْجَةِ وَالْقَصْدَ الْقَصْدَ تَبْلُغُوا

“Amal tidak akan bisa menyelamatkan seseorang di antara kalian.” Mereka bertanya: “Tidak pula anda wahai Rasulullah saw?” Beliau menjawab: “Ya, saya pun tidak, kecuali Allah menganugerahkan rahmat kepadaku. Tepatlah kalian, mendekatlah, beribadahlah di waktu pagi, sore, dan sedikit dari malam, beramallah yang pertengahan, yang pertengahan, kalian pasti akan sampai.”

Dalam riwayat al-Bukhari yang satunya lagi, no. 6464, Nabi saw di akhir pesannya menyatakan:

سَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَاعْلَمُوا أَنْ لَنْ يُدْخِلَ أَحَدَكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ وَأَنَّ أَحَبَّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

Tepatlah kalian, mendekatlah, dan ketahuilah bahwasanya amal tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga. Sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah itu adalah yang paling sering diamalkan walaupun sedikit.

Sementara itu, dalam riwayat Muslim no. 7299, tidak hanya disebut tidak akan masuk surga saja, melainkan ditegaskan juga tidak akan selamat dari neraka:

لاَ يُدْخِلُ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ وَلاَ يُجِيرُهُ مِنَ النَّارِ وَلاَ أَنَا إِلاَّ بِرَحْمَةٍ مِنَ اللهِ

Amal tidak akan memasukkan seseorang di antara kalian ke surga dan tidak pula menyelamatkannya dari neraka. Demikian juga saya, kecuali dengan rahmat Allah swt.

Syarah Mufradat

Saddidu, asal katanya sadad; ketepatan, sesuatu yang tepat. Maknanya menurut Ibn Hajar, shawab; benar. Artinya, beramallah dengan tepat, benar, mengikuti sunnah dan penuh keikhlasan.

Qaribu yang bermakna ‘mendekatlah’ maknanya ada dua; pertama, jangan menjauhi amal seluruhnya ketika tidak mampu, dan kedua, jangan berlebihan dalam beramal sehingga merasa kelelahan dan bosan. Itu berarti ambillah pertengahan dalam beramal. Ketika malas tiba, bertahan dengan tidak meninggalkan amal seluruhnya, beramallah sedekat-dekatnya, tidak mampu 100% (sadad) beramallah 90% (qarib), dan ketika semangat tiba, beramal dengan tidak berlebihan karena akan menyebabkan kelelahan dan kejenuhan.

Ughdu artinya berpergianlah di waktu pagi, ruhu artinya berpergianlah di waktu sore, dan ad-duljah artinya berpergian di waktu malam. Kata ad-duljah disertai dengan kata syai` (syai` minad-duljah; sedikit/sesaat di waktu malam) karena memang berpergian di waktu malam cukup sulit. Menurut Ibn Hajar, ini seolah-olah isyarat agar shaum di sepanjang hari dari sejak pagi sampai sore, dan shalat tahajjud di sebagian malam. Walaupun, menurutnya, bisa juga diperluas untuk ibadah-ibadah lainnya. Ibadah dalam hal ini diibaratkan dengan berpergian/perjalanan karena memang seorang ‘abid (yang beribadah) itu ibarat seseorang yang sedang berpergian dan menempuh perjalanan menuju surga.

Al-qashda maknanya pertengahan. Dijelaskan dalam riwayat lain sebagai amal yang rutin dikerjakan (dawam) walaupun sedikit-sedikit.

Taghammada diambil dari kata ghimd yang berarti sarung pedang. Taghammada berarti menyarungkan, atau dengan kata lain menutup (satr). Jika dilekatkan dengan kata rahmat dan ampunan, berarti menganugerahkan sepenuhnya (semua penjelasan dalam syarah mufradat ini disadur dari Fath al-Bari kitab ar-riqaq bab al-qashd wal-mudawamah ‘alal-’amal).

Syarah Ijmali

Muncul diskusi di kalangan para ulama terkait hadits di atas; benarkah masuk surga itu bukan karena amal? Jika demikian apa gunanya amal kita? Bagaimana pula kaitannya dengan firman-firman Allah swt berikut:

“Masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu amalkan”. (QS. An-Nahl [16] : 32)

Dan diserukan kepada mereka: “Itulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. Al-A’raf [7] : 43. Ayat semisal terdapat juga dalam QS. Az-Zukhruf [43] : 72)

Satu hal saja yang harus dicatat, semua ulama hadits tidak ada yang menyatakan bahwa hadits di atas bertentangan dengan ayat-ayat tersebut. Semuanya menempuh metode jam’ (menyatukan, mengompromikan) karena memang hadits di atas jelas keshahihannya. Sebuah pertanda juga bahwa hadits yang shahih haram ditolak meskipun tampaknya bertentangan dengan al-Qur`an. Sedapat mungkin carikan komprominya, karena tidak mungkin Nabi saw menentang al-Qur`an. Dan itulah yang ditempuh oleh para ulama hadits sebagaimana akan diuraikan berikut ini.

Imam Ibn Bathal, sebagaimana dikutip Ibn Hajar dalam Fath al-Bari, menjelaskan bahwa surga itu ada beberapa tingkatan. Ayat-ayat yang menjelaskan masuk surga karena amal, itu maksudnya adalah menempati tingkatan-tingkatannya itu. Sementara masuk surganya sendiri, itu mutlak hanya berdasarkan rahmat Allah swt. Jadi, dengan rahmat Allah swt, seseorang ditentukan masuk surga dan tidaknya. Sesudah ada keputusan masuk surga, maka ketentuan masuk surga tingkatan yang mananya itu ditentukan berdasarkan amal.

Selanjutnya, Ibn Bathal menjelaskan, bisa juga maksud dari ayat-ayat dan hadits di atas adalah saling menguatkan. Artinya, masuk surga itu tergantung rahmat Allah swt juga amal-amal kita. Demikian juga, penentuan tingkatan yang mananya di dalam surga itu tergantung rahmat Allah swt dan amal-amal kita.

Imam al-Karmani, Jamaluddin ibn as-Syaikh, dan Ibn al-Qayyim menjelaskan bahwa huruf ‘ba’ pada ayat-ayat di atas bukan bermakna sebab (sababiyyah), melainkan bersamaan (ilshaq, mushahabah). Jadi bukan berarti masuk surga itu dengan sebab amal, melainkan masuk surga itu bersamaan adanya amal, karena sebab yang paling utamanya adalah rahmat Allah swt. Ini berarti bisa membantah pendapat Jabariyyah yang menyatakan bahwa masuk surga itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan amal, melainkan mutlak hanya rahmat Allah swt saja. Juga membantah pendapat Qadariyyah yang menyatakan bahwa masuk surga itu murni karena amal saja, tidak ada kaitannya dengan rahmat Allah swt.

Imam Ibn Hajar memberikan penjelasan yang sedikit berbeda. Amal seseorang walau bagaimanapun tidak mungkin menyebabkannya masuk surga jika pada kenyataannya amal itu tidak diterima oleh Allah swt. Nah, persoalan amal itu diterima atau tidaknya, ini jelas wewenang Allah swt, dan ini mutlak berdasarkan rahmat Allah swt (semua pendapat ulama di atas dikutip dari Fath al-Bari kitab ar-riqaq bab al-qashd wal-mudawamah ‘alal-’amal).

Sementara itu, jawaban yang cukup panjang dapat ditemukan juga dalam salah satu risalah (tulisan ringkas) Imam Ibn Taimiyyah yang dikodifikasikan dan diedit ulang oleh Syaikh Muhammad Rasyad Salim dalam Jami’ur-Rasa`il, dalam risalah no. 9 berjudul risalah fi dukhulil-jannah hal yadkhulu ahadun al-jannah bi amalihi am yanqudluhu qauluhu saw la yadkhulu ahadun al-jannah bi ‘amalihi; risalah tentang masuk surga, apakah seseorang masuk surga itu disebabkan amalnya, ataukah terbantahkan dengan sabda Nabi saw seseorang tidak masuk surga dengan sebab amalnya. Hal pertama yang ditekankan oleh Ibn Taimiyyah adalah tidak mungkin hadits Nabi saw yang shahih bertentangan dengan al-Qur`an. Selanjutnya, Ibn Taimiyyah juga menyatakan, huruf ‘ba’ yang ada dalam hadits dan ayat di atas, kedua-duanya memang menyatakan sebab. Hanya tentunya, menurut beliau, ketika sesuatu dinyatakan sebagai sebab, bukan berarti bahwa sebab tersebut adalah satu-satunya sebab dengan meniadakan yang lainnya. Contoh sederhananya adalah air hujan yang dinyatakan sebagai sebab tumbuhnya tumbuh-tumbuhan di bumi (QS. Al-Baqarah [2] : 164 dan QS. Al-A’raf [7] : 57). Tentu yang dimaksud bukan hanya air hujan saja yang dapat menyebabkan tumbuh-tumbuhan itu tumbuh, melainkan juga ada sebab lainnya seperti angin, tanah, sinar matahari, yang kesemuanya itu sangat tergantung pada rahmat dan anugerah dari Allah swt.

Hadits yang disampaikan Nabi saw di atas, menurut Ibn Taimiyyah, mengajarkan kepada kita untuk tidak memahami hubungan amal dan surga sebagai mu’awadlah; timbal balik, balas jasa, atau ganti rugi. Hal itu disebabkan pertama, Allah swt sama sekali tidak butuh terhadap amal kita, tidak seperti halnya seorang majikan yang butuh kepada para pekerjanya. Amal manusia untuk manusia sendiri, karena kalaupun semua manusia tidak beramal Allah swt tidak ‘peduli’, Dia akan tetap sebagai Yang Mahakuasa dan Mahaperkasa (Lihat QS. Al-Baqarah [2] : 286, Fushshilat [41] : 46, an-Naml [27] : 40).

Kedua, amal seorang manusia tidak diwujudkan oleh dirinya sendiri, melainkan berkat anugerah dan rahmat Allah swt juga, mulai dari menghidupkannya, memberi rizki, memberi tenaga, kesehatan, mengutus rasul-rasul, menurunkan kitab-kitab, menjadikannya cinta kepada keimanan dan menjadikannya benci terhadap kekufuran. Semua itu adalah berkat rahmat Allah swt.

Ketiga, amal seorang manusia setinggi-tingginya tidak akan senilai dengan pahala yang diberikan Allah kepadanya, karena dalam pahala itu Allah swt sudah melipatgandakannya dari mulai 10 kali lipat, 700 kali lipat, bahkan sampai kelipatan yang tidak dapat terhitung nilainya.

Keempat, nikmat dan kesenangan yang telah diberikan Allah swt kepada manusia selama di dunia, walau bagaimanapun tidak akan mampu dibayar oleh manusia. Seandainya manusia diharuskan membayarnya dengan amal, pasti mereka tidak akan mampu beramal untuk membayarnya. Padahal jelas, manusia bisa beramal itu berkat nikmat-nikmat Allah swt tersebut.

Kelima, manusia selalu diliputi oleh dosa dan kesalahan. Seandainya saja tidak ada ampunan Allah swt dan kebijaksanaan-Nya untuk hanya mempertimbangkan amal-amal yang baik saja, dengan mengenyampingkan amal jeleknya, tentu manusia tidak akan mungkin masuk ke dalam surga (Lihat QS. Az-Zumar [39] : 33-35, al-Ahqaf [46] : 16). Inilah di antara maksud sabda Nabi saw: “Ya, termasuk juga saya, kecuali jika Allah menganugerahkan ampunan dan rahmat kepadaku.”

Dari uraian panjang ini bisa ditarik kesimpulan bahwa amal tetap sebagai penyebab adanya balasan surga. Hanya berdasarkan hadits ini seseorang tidak boleh ta’ajjub (berbangga diri) dengan amalnya sendiri, karena di sana pasti ada peran rahmat Allah swt. Dengan hadits ini juga seseorang tidak perlu takalluf (mempersulit diri) dengan amal-amal yang dikerjakannya. Tetap optimis dengan amal-amal yang sudah, sedang dan harus dikerjakan, sebagaimana tuntunan Nabi saw: saddidu, wa qaribu, wa absyiru, wa-ghdu, wa ruhu, wa syai`un minad-duljah, wal-qashda wal-qashda, semuanya itu pasti akan menyebabkan kita tablughu; sampai pada cita-cita yang diidamkan (surga).

sumber : pemikiranislam.net

Naon Ari Munjung ?

February 28, 2014

Ki Udin

181278_318522191564779_263219776_n

DINA basa Sunda aya papagah anu unggelna “Ulah munjung ka gunung ulah muja ka sagara. Munjung mah kudu ka indung muja mah kudu ka bapa”. Éta papagah téh biasana diucapkeun ku hiji nini atawa ku hiji aki ka incuna. Lain ku kolot ka anakna. Da mémang kitu étikana. Lamun hiji nini atawa hiji aki boga incu geus gedé hég rada carékeun, biasana si nini atawa si aki sok papagah anu kawas kitu. Munjung téh asalna tina kecap punjung. Numutkeun Kamus Umum Basa Sunda Lembaga Basa jeung Sastra Sunda hartina “muja lantaran hayang beunghar jeung sajabana ku jalan kotor”. Ari munjungan nyaéta sasalaman kalawan hormat ka kolot atawa ka saluhureun (404, 1-11).

Numutkeun Kamus Basa Sunda R.A.Danadibrata pedalan Kiblat Utama, punjung téh hartina aya dua. Nu kahiji hartina tuturus (tina basa Malayu), ari anu kadua hartina ngadatangan saluhureun anu dianggap loba karamatna atawa berekahna. Munjung hartina ngadatangan anu rék dipunjung, saperti munjung ka para sepuh, ka Gunung Jati di Cirebon. Munjungan hartina  sasalaman bari nyanggakeun salam pangbaktos. Dipunjung-punjung hartina dipuja-puja. Pupunjung hartina pupuja. Pamunjungan hartina tempat munjung ti mana mendi (550, 1-1). Ari panjang-punjung hartina panjang umur jeung mindeng munjung ka sepuh (497, 1-5). Kitu saur R.A.Danadibrata dina kamusna.

Di urang geus ilahar, lamun aya jalma beunghar ngadadak (sok aya anu su’udzon) pajahkeun téh hasil munjung, saperti anu disebutkeun ku Kamus Umum Basa Sunda LBSS. “Meureun wé da si Éta mah munjung ka Cirebon”. Cék sakaol mah anu sok diparunjungna téh nyaéta sabangsaning sétan moyét, sétan oray, sétan bagong jeung sabangsaning sétan-sétan lianna. Mohammad Ambri sastrawan taun tilupuluhan nyerat hiji buku anu judulna Munjung anu ku Ayip Rosidi di-Indonésia-keun jadi Memuja Siluman. Ari eusi éta buku taya lian nyaritakeun perkara-perkara jeung jalma-jalma anu marunjung alias muhit ka sétan téa, kayaning ngipri, nyupang, nyegik, ngopét jeung sajabana. …… (ki Udin)

Sumber : majalah binadakwah

Umat sedang Menjadi Buih

February 27, 2014

Oleh : Nasihin Masha

“Islamisasi [di Jawa] merupakan proses yang diwarnai perbedaan dan kepelikan bahkan sejak periode awal”. Itulah kesimpulan Ricklefs, sejarawan Australia. Menurutnya, di satu sisi ada budaya hibrid, yaitu menjadi orang Jawa dan menjadi Muslim sekaligus bukan merupakan sesuatu yang problematis. Di sisi lain ada harapan untuk memilih antara menjadi Muslim atau menjadi Jawa.

cengkho

Karena beragama bukan hanya soal individual maka dimensinya kemudian mencakup segala hal. Ricklefs mencatat kenyataan ini sejak dini. Katanya, kaum priyayi meragukan bahwa Islamisasi adalah gagasan yang baik untuk masyarakat Jawa. Karena itu mereka merintis berdirinya Budi Utomo, yang kemudian tenggelam karena konservatisme mereka dan kalah bersaing dengan organisasi lain yang lebih modern dan lebih aktif. Bahkan Islam makin berkembang dengan pesat. Penjajahan Belanda merupakan salah satu faktor penguat perkembangan Islam.

Proses Islamisasi yang dialektis itu terus berlangsung hingga kini. Walau dikotomi abangan dan pada satu sisi kini tak relevan lagi, namun pada level tertentu tetap akan muncul. Kita menyaksikan proses Islamisasi yang kian massif. Namun dalam hal politik, ekonomi, bahkan wacana publik kita akan menyaksikan Islam tetap seperti di masa awal kedatangannya: pelik dan problematis. Ada banyak faktor yang menjadi penyebabnya.

Mari kita lihat hal-hal sederhana ini. MUI adalah satu-satunya institusi keagamaan yang dijadikan olok-olok dan bulan-bulanan. Bahkan ada plesetan 'kami mendukung MU, karena tak ada I'. Jika MU saja maknanya adalah Manchester United dan ketika ada I menjadi MUI. Jika ada tokoh agama yang terpeleset maka dia akan ditoyor beramai-ramai sampai terjerembab tak bisa bangkit lagi. Terjadi penggelontoran dana dari asing untuk melemahkan doktrin-doktrin Islam. Perolehan suara partai-partai Islam yang rendah. Tak ada politisi dari garis santri yang moncer.

Di bidang ekonomi, umat masih lebih menjadi konsumen. Pelanggaran HAM terhadap umat tak ada pembelaan sama sekali. Misalnya hak untuk mengenakan jilbab di lingkungan TNI dan Polri, serta di lembaga-lembaga pendidikan non-Muslim. Demikian pula hak untuk mendapat pelajaran agama Islam di sekolah-sekolah non-Muslim dan oleh guru-guru beragama Islam. Umat benar-benar sedang menjadi buih. Terombang-ambing tak berdaya. Wacana publik berbau Islam dicurigai sebagai tidak Indonesia. Tentu ini sangat menggelikan, terutama jika kita mengkaji sejarah negeri ini.

Wajah Islam yang sedang menjadi buih ini rupanya bukan monopoli Indonesia, tapi merupakan fenomena global. Tak ada perhatian dunia terhadap pembantaian dan pengusiran minoritas Rohingya dari negerinya sendiri di Myanmar. Pemberontakan minoritas di Afrika Tengah, yang kebetulan beragama Islam, dijawab dengan kehadiran pasukan Prancis. Umat Islam yang tak ikut memberontak ikut menjadi tertuduh, dibantai, dan diusir dari negerinya sendiri. Kita juga bisa menyaksikan lumatnya umat di Irak, Libya, Suriah, dan Mesir. Rasanya tak ada artinya lagi menyebutkan soal Palestina.

Di sini ikut disebut tentang fenomena global itu hanya hendak memperlihatkan bahwa apa yang terjadi di Indonesia bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Ada keterkaitan. Ada faktor geopolitik dan geoekonomi. Dan untuk menjawab semua itu hanya dengan dua hal: kepemimpinan umat dan persatuan Islam. Namun ada satu syarat, yakni rasa percaya diri. Umat ini mengalami ketidakpercayaan diri yang luar biasa. Di lapangan politik, para politisi dan partai-partai umat seolah harus ikut arus dengan mensyaratkan modal untuk memenangkan pemilu.

Akibatnya mereka terjebak dalam money politics, yang tentu saja kalah jaringan, kekuatan, dan keterampilan dalam permainan penggalangan dana. Sedangkan para pemimpin agama tergoda untuk masuk ke lapangan politik secara langsung. Kader-kader terbaik dan muda sebagian lebih suka menjadi tim sukses politisi dan pemain politik besar yang tak berbasis umat. Lebih baik menumpang daripada berjuang. Lebih baik kebagian daripada terkapar. Mengenaskan.

Ketidakpercayaan diri elite umat ini berdampak pada hilangnya keteladanan dan goncangnya pegangan. Yang semua itu menimbulkan gempa ketidakpercayaan diri yang massif. Kita berharap para pemimpin umat untuk menyadari kenyataan ini dan kembali ke tugas sucinya masing-masing. Hal ini penting bagi terbangunnya masyarakat yang adil dan makmur.

Riclefs sudah mengingatkan proses dialektis tiada henti untuk menjadi Islam Indonesia. Tak perlu ada yang dipertentangkan. Itu sudah proses berislam yang khas Indonesia. Namun yang penting dicatat adalah peringatan Ricklefs tentang hadirnya benih yang sejak awal tak menganggap Islam sebagai gagasan yang benar bagi negeri ini. Hal ini nyata dan tetap ada. Biarlah itu sebagai kewajaran. Itu menjadi semacam pengingat untuk eling lan waspodo.

sumber: republika.co.id

Ingin Pahami Jilbab, Pakailah: Seruan Muslimah AS

January 26, 2014

imagesjilbab

Muslimah Amerika tak berhenti meluruskan kesalahpahaman tentang jilbab. Itu sebabnya, mereka tak henti berkampanye, salah satunya melalui The Hijab Project.

"Ini adalah sebuah eksperimen dimana Muslimah dan non-Muslim terlibat," kata Amara Majee, pendiri proyek seperti dilansir dalam The Hijab Project, Ahad (26/1).

Amara mengatakan fokus dari kampanye ini mencakup beberapa tiitik yakni sekolah, mal dan ruang publik. Di titik-titik itu, kalangan non-Muslim bersama Muslimah mengenakan hijab. Disana, mereka akan mengamati reaksi masyarakat.

"Apa yang Anda rasakan saat itu, akan mempengaruhi orang banyak. Maka, dasarnya, kami ingin berbagi pengalaman, kisah Anda ketika berjilbab," kata Majeed.

Amara yang merupakan keturunan keluarga imigran memahami pentingnya jembatan kesepahaman antara Islam dan warga AS. Jembatan ini yang kemudian ia implementasikan melalu The Hijab Project.

"Perlu lebih banyak informasi agar kesalahpahaman itu bisa diluruskan," kata dia.

Amara mengungkap seringkali masyarakat Barat berpikir jilbab itu merupakan bentuk pemaksaan. Padahal itu didasarkan pada niat.

Sejak diluncurkan Desember tahun lalu, proyek ini mendapat respon luar biasa. Ratusan non-Muslim dari seluruh dunia ambil bagian.

Salah seorang peserta dari kalangan non- Muslim mengaku awalnya merasa aneh dengan jilbab. Namun ketika memahami apa arti jilbab dan reaksi masyarakat Barat terhadap jilbab, ia merasa perlakuaan yang dialami Muslimah tidaklah adil.

"Saya awalnya mengutuk, tapi pengalamanan ini memberikan kesadaran sosial," kata dia yang pengalamannya dimuat pada laman The Hijab Project.

Jadwal Delapan Besar Inter Island Cup 2014

January 17, 2014

persis, persatuan islam

1. Refresing dulu. lantaran admin bobotoh eh persib, jadi  we nu kieu ge di jadi keun postingan he.

2. Sok mangga nu sami2 bobotoh di catat tah jadwal na.

****

 

Turnamen Inter Island Cup (IIC) 2014 telah menyelesaikan fase penyisihan grup, Kamis (16/1) malam. Kelima grup telah menyelesaikan seluruh pertandingannya sehingga babak delapan besar akan segera dimulai pada 18-22 Januari.

Berikut ini jadwal babak delapan besar turnamen IIC 2014:


GRUP A
Lokasi: Stadion Kanjuruhan, Malang

1. Sriwijaya FC (Juara Zona Sumatera)
2. Arema Cronus (Juara Zona Grup Jawa 2)
3. Barito Putera (Juara Zona Grup Kalimantan)
4. Perseru Serui (Runner-up Zona Grup Sulawesi-Papua)

Sabtu, 18 Januari 2014:
Sriwijaya FC Vs Barito Putera, 15.30 WIB
Arema Cronus Vs Perseru Serui, 19.30 WIB

Minggu, 19 Januari 2014:
Barito Putera vs Arema Cronus, 15.30 WIB
Perseru Serui vs Sriwijaya FC, 19.30 WIB

Selasa, 21 Januari 2014:
Barito Putera vs Perseru Serui, 15.30 WIB
Sriwijaya FC vs Arema Cronus, 19.00 WIB

 

GRUP B
Lokasi: Stadion Manahan, Solo

1. Persib Bandung (Juara Zona Grup Jawa 1)
2. Persik Kediri (Juara Zona Grup Jawa 3)
3. Persiram Raja Ampat (Juara Zona Grup Sulawesi-Papua)
4. Mitra Kukar (Runner-up Zona grup Kalimantan)

Minggu,19 Januari 2014
Persib Bandung vs Persiram Raja Ampat, 15.30 WIB
Persik Kediri vs Mitra Kukar, 19.00 WIB

Senin, 20 Januari 2014
Persiram Raja Ampat vs Persik Kediri, 15.30WIB
Mitra Kukar vas Persib Bandung, 19.00 WIB

Rabu, 22 Januari 2014
Persiram Raja Ampat vs Mitra Kukar, 15.30 WIB
Persib Bandung vs Persik Kediri, 19.00 WIB


*Final Inter IIC 2014 akan mempertemukan juara Grup A melawan juara Grup B

Bahagia Dengan Ridho Alloh

January 15, 2014

Oleh: Bahrus Surur-Iyunk

dzikir 


Fariduddin Attar dalam buku Tadzkiratul Awliya’ pernah bercerita tentang tobatnya seorang zahid dan tabiin bernama Malik bin Dinar al-Sami (wafat pada 130 H atau 748 M). Ia anak seorang budak Persia dari Sijistan (Kabul, Afganistan).

Namun, lelaki tampan ini berhasil membebaskan diri dari perbudakan dan menjadi seorang yang kaya raya. Malik hidup pada masa Bani Umayyah, tepatnya zaman Muawiyah di Damaskus. Saat itu, Muawiyah sedang membangun masjid agung yang anggarannya sangat besar.

Malik tertarik dan sangat ingin ditunjuk sebagai ketua takmir masjid itu. Keinginannya yang kuat mendorong dia menghamparkan sajadahnya di salah satu sudut masjid dan tampak khusyuk beribadah. Ia berharap, orang lain menganggapnya sebagai orang saleh.

Anehnya, pada malam hari ia meninggalkan masjid dan mencari hiburan di luar tanpa sepengetahuan orang-orang sekitar. Begitulah yang ia lakukan selama beberapa waktu lamanya.

Suatu malam, saat ia sedang menikmati alunan musik yang ia mainkan, tiba-tiba ia dikejutkan suara hatinya, “Malik, mengapa engkau tidak bertobat?” Mendengar suara hatinya, ia langsung menjatuhkan alat musiknya. Malik berlari ke sudut masjid yang biasa ia tempati.

“Setahun penuh aku telah menyembah Tuhan secara munafik. Tidakkah lebih baik aku beribadah dengan ikhlas? Aku malu. Aku tidak akan menerima tawaran menjadi ketua takmir masjid meski mereka menunjukku.”

Malam itu, Malik sudah tidak lagi beribadah seperti hari-hari sebelumnya. Keesokan harinya, melihat perlunya seorang ketua takmir yang akan mengurus kemakmuran masjid, para jamaah dan pejabat kota pun menghampiri Malik.

Kebetulan, Malik sedang shalat. Mereka menunggu dengan sabar. Saat Malik selesai shalat, mereka mengatakan, “Maaf mengganggu. Setelah bermusyawarah, kami sepakat menunjukmu sebagai ketua takmir masjid agung ini.”

Malik tertunduk, meneteskan air mata. “Ya Allah, aku beribadah kepadamu secara munafik sepanjang tahun dan tidak ada seorang pun yang memperhatikanku. Sekarang, ketika baru satu malam saja aku memberikan seluruh hatiku kepada-Mu dan memutuskan tidak menerima jabatan itu, Engkau mengutus 20 orang kepadaku untuk mengikatkan tugas itu di leherku. Demi keagungan-Mu, aku tidak menginginkannya.”

Pengalaman Malik bin Dinar ini menggambarkan tentang kegelisahan hati orang yang hanya mencari simpati manusia (riya) dan kebahagiaan saat berada dalam dekapan ridha Allah SWT (ikhlas). Jika boleh diibaratkan, ikhlas dan riya itu seperti antara pilihan akhirat dan dunia.

Bagaikan menanam padi di sawah, petani yang menanam padi akan mendapatkan pula rumput yang tumbuh di sekeliling padi. Tetapi, tidak ada ceritanya seseorang yang menanam rumput akan tumbuh pula padi di sekitarnya.

Padi yang ditanam adalah keikhlasan dan akhirat, sementara rumput yang tumbuh berserakan adalah riya dan dunia. Seseorang yang ikhlas akan memperoleh ridha Allah di akhirat dan sangat mungkin mendapatkan pujian dari manusia, meski ia tak menginginkannya.

Sebaliknya, seseorang yang berbuat riya tidak akan mendapatkan apa pun kecuali pandangan dan mungkin pujian atau simpati di dunia sekaligus mendapat murka dari Allah. Riya tidak jauh dari cara manusia menduakan atau menyekutukan-Nya.

Rasulullah bersabda, “Ketahuilah, Zat yang kamu bersedekah karena-Nya secara rahasia akan membalasmu secara terang-terangan di hadapan jutaan orang pada hari ketika tidak lagi berguna pujian manusia.”

Sebaliknya, Nabi mengingatkan, “Janganlah engkau bersedekah di hadapan khalayak karena bermaksud mencari pujian dari manusia. Bersedekahlah sehingga tangan kananmu yang memberi dan tangan kirimu tidak mengetahuinya.” (HR Bukhari).

Mencari perhatian, simpati, dan pujian manusia terlalu sering mengecewakan diri kita. Di samping tidak akan berguna bagi hidup kita di akhirat, juga terlalu kecil nilai kemanusiaan itu dibandingkan dengan rahmat dan ridha Allah. Mari kita tautkan hati dan kebaikan kita hanya kepada Allah. Wallahu a’lamu bi al-shawab.

Hadis riwayat Abu Musa ra., ia berkata: Aku pernah bertanya: Wahai Rasulullah, Islam manakah yang paling utama? Rasulullah saw. bersabda: Orang yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tangannya. (HR Muslim)

View the original article here

sumber: republika co.id

Ringkasan Kitab To’am Syarah Riyadhu ash-Sholihin

January 13, 2014

Di Kirim Oleh Ust Jajang Solih via Fb Group ppi73

makan dengan tangan

JAMA’AH KAJIAN KITAB KUNING PESANTREN PERSIS 73 GAROGOL PASIRWANGI GARUT

ADAB MAKAN DAN MINUM

A. ETIKA MAKAN

1. Sebutlah nama Allah sebelum makan

2. Minimal mengucapkan ‘BISMILLAH’, atau lebih utama mengucapkan “BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM”.

3. Jika lupa membaca do’a di awal, maka bacalah “BISMILLAHI AWWALAHU WA AKHIROHU

4. Wajib makan dengan tangan kanan.

5. Haram makan dengan tangan kiri, karena:

* Berbuat dosa kepada Allah

* Takabur dari perintah rasulullah (sombong)

* Perbuatan syetan

6. Boleh makan dengan tangan kiri kalau keadaan darurat/ada halangan.

7. Jika makan berjama’ah, maka makanlah makanan yang ada di hadapan, kecuali (menurut pendapat ulama) kalau makanan terdiri dari berbagai jenis.

8. Jika makan sendirian, boleh menjulurkan tangan untuk mengambil makanan yang tidak ada di hadapan.

9. Ajarkanlah kepada anak-anak tentang etika makan.

10. Jangan mendahului makan sebelum orang yang lebih terhormat makan.

11. Jika makan berjama’ah, maka dianggap cukup seorang saja yang berdo’a dengan niat untuk semua. Yang paling afdhal adalah masing-masing membaca do’a sebelum makan.

12. Boleh menahan tangan seseorang yang hendak makan, jika tidak terdengar membaca do’a terlebih dahulu.

13. Jika disodorkan hidangan bacalah do’a:

الحمد لله كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَرَكًا فِيْهِ غَيْرَ مَكْفّي وَلاَ مُوَدَّعٍ وَلاَ مُسْتَغْنَى عَنْهُ رَبُّنَا

14. Setelah makan bacalah do’a:

الحَمْدُ لِلّهِ الَّذِي أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

15. Makanlah makanan yang dekat dengan kamu

16. Tidak boleh mengambil dua kurma atau yang sejenisnya, yang biasanya dimakan satu persatu, sebelum mendapat izin dari saudaranya.

17. Penyebab tidak merasa kenyang ketika makan, karena tidak mendapat barokah:

* Tidak membaca do’a sebelum makan

* Makan tidak dimulai dari pinggir

* Makan tidak secara berjama’ah

18. Barokah terdapat di tengah-tengah makanan, maka makanlah mulai dari pinggir makanan, hindarilah mendahulukan bagian atas makanan.

19. Tidak boleh makan sambil bersandar di tempat yang empuk

20. Aturan makan yang sehat adalah: sepertiga untuk makan, sepertiga untuk minum, dan sepertiga untuk bernafas. Ini akan melancarkan proses pencernaan makanan.

21. Makanlah ketika sudah merasa lapar.

22. Boleh makan sampai kenyang, dengan alasan dan pertimbangan tertentu (kasus Abu Hurairah)

23. Makruh makan sambil bersandar (merupakan perbuatan sombong terhadap Allah, dan menghambat proses pencernaan).

24. Makanlah dengan cara duduk, sambil bersandar atas kedua lutut (menghindari makan banyak).

25. Mesti makan dengan tiga jari (jari tengah, telunjuk dan ibu jari) ketika makan makanan yang dapat diraih dengan tiga jari.

26. Setelah makan mesti menjilati jari tangan atau menyuruh seseorang untuk menjilatinya (kalau mungkin).

27. Hendaknya menjilati (membersihkan/menghabiskan) makanan yang tersisa di tempat makanan (wadah), barangkali barokah terdapat di situ.

28. Jika makanan terjatuh dari tempat makan, maka ambil-lah makanan itu, dan jika terdapat kotoran, buanglah kotorannya, kemudian makanlah makanan tersebut, jangan sampai menyisakan sedikit makanan-pun untuk syaitan.

29. Wajib berwudhu setelah makan makanan yang dimasak dengan api (pendapat sebagian ulama). Sebagian ulama mengatakan; tidak wajib berwudhu, akan tetapi sunnah (lebih utama berwudhu).

30. Setelah makan daging unta (dimasak dengan api ataupun tidak) wajib wudhu.

31. Setelah makan makanan selain daging unta, sunnah untuk berwudhu.

B. ETIKA MINUM:

1. Membaca do’a sebelum minum.

2. Dianjurkan bernafas ketika minum sebanyak tiga kali, (secara beraturan) agar terhindar dari penyakit dan melancarkan proses pencernaan.

3. Dilarang minum dengan cara sekaligus.

4. Jika setelah minum mau memberikan minuman tersebut kepada orang lain, maka berikanlah kepada orang yang berada di sebelah kanan (anak kecil atau dewasa, terhormat atau orang biasa).

5. Minuman (kalau lebih dari satu wadah) harus diberikan pertama kali kepada orang yang meminta minuman tersebut.

6. Jika tidak terdapat orang yang meminta minuman, maka yang pertama kali diberi minuman adalah orang yang paling tua usianya, selanjutnya diberikan kepada orang yang berada di sebelah kanan orang yang memberi minuman (baik anak kecil ataupun orang tua, orang terhormat ataupun rakyat biasa).

7. Jika tidak terdapat orang tua, maka mulailah membagikan minuman dari sebelah kanan orang yang membagikan.

8. Hendaknya tidak minum langsung dari mulut wadah (bejana/kendi) atau “ditohtor” untuk menghindari sesuatu yang akan membahayakan diri yang minum.

9. Boleh minum sambil berdiri jika terpaksa.

10. Boleh mengambil berkah dari bekas minuman atau makanan nabi.

11. Tidak boleh meniup-niup minuman.

12. Kalau terlalu panas atau ada sesuatu pada minuman, maka boleh meniupnya dengan cara meniup minuman kemudian menjauhkan bejana tersebut dari mulutnya, kemudian meniupnya kembali, kemudian menjauhkan bejana dari mulutnya.

13. Minum boleh sambil berdiri (berdasarkan hadits fi’li/perbuatan nabi), tapi lebih utama minum sambil duduk (berdasarkan hadits qauli/sabda nabi). Berbeda dengan makan, maka hukumnya tetap haram sambil berdiri.

14. Nabi pernah minum air zam zam sambil berdiri.

15. Jika seseorang masuk mesjid, lalu disodorkan minuman, maka boleh minum sambil berdiri, karena menyalahi sabda rasul : “jika salah seorang dari kalian masuk mesjid, maka janganlah duduk sebelum shalat dua raka’at”.

16. Orang yang memberikan minuman (sohibul bait), jika bermaksud untuk minum, dianjurkan untuk minum paling akhir, dengan alasan:

* Segi mementingkan orang lain daripada diri sendiri.

* Jika ada kekurangan, ditanggung oleh yang membagikan minuman (sohibul bait).

17. Hal ini untuk melaksanakan perintah Rasulullah SAW dan mencontoh adab Rasulullah SAW.

18. Mengenai ikut sertanya sohibul bait dalam jamuan terhadap tamu, dikembalikan kepada adat kebiasaan masing-masing.

19. Semua wadah atau benda di alam ini adalah halal untuk dijadikan tempat minum, tempat makan, tempat bersuci atau tempat yang lainnya, kecuali terbuat dari emas dan perak.

20. Benda apapun boleh dipergunakan, kecuali ada dalil yang melarangnya.

21. Haram laki-laki memakai pakaian terbuat dari sutra.

22. Perempuan boleh memakai pakaian terbuat dari sutra hanya untuk berhias di depan suaminya.

23. Emas, perak dan sutra adalah perhiasan orang beriman nanti di surga.

 

RINGKASAN KITAB SAFAR - Syarah Riyadhu ash-Sholihin

Di kirim oleh Ust Jajang Solih via group Fb-ppi73

clip_image002

Jamaah Kajian Kitab Kuning Pesantren Persis 73 Garogol

RINGKASAN KITAB SAFAR - Syarah Riyadhu ash-Sholihin Muhammad Bin Shalih Al-‘Utsaimin

1. DIANJURKAN MEMULAI PERJALANAN UNTUK SAFAR PADA HARI KAMIS;

عن كعب بن مالك - رضي الله عنه - : أنَّ النبيَّ - صلى الله عليه وسلم - خَرَجَ في غَزْوَةِ تَبُوكَ يَوْمَ الخَمِيس ، وَكَانَ يُحِبُّ أنْ يَخْرُجَ يَوْمَ الْخَميسِ . متفقٌ عَلَيْهِ .

وفي رواية في الصحيحين: لقَلَّمَا كَانَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم - يَخْرُجُ إِلاَّ في يَوْمِ الخَمِيسِ.

Dari Ka’ab bin Malik -semoga Allah meridhainya-: bahwasanya Nabi SAW berangkat pada waktu Perang Tabuk pada hari Kamis, dan keadaan Nabi SAW menyukai bepergian pada hari Kamis.” (Bukhari Muslim)

Dan pada satu riwayat dalam ash-Shahihain: “Jarang sekali Rasulullah SAW bepergian kecuali pada hari kamis”.

2. DAN DIANJURKAN BERANGKAT PADA PAGI HARI;

وعن صخر بن وَداعَةَ الغامِدِيِّ الصحابيِّ - رضي الله عنه-: أنَّ رسولَ الله - صلى الله عليه وسلم -، قَالَ : (( اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِي في بُكُورِهَا (3) وَكَانَ إِذَا بَعَثَ سَرِيَّةً أَوْ جَيْشَاً بَعَثَهُمْ مِنْ أوَّلِ النَّهَارِ . وَكَانَ صَخْرٌ تَاجِراً ، وَكَانَ يَبْعَثُ تِجَارَتَهُ أوَّلَ النَّهَار ، فَأَثْرَى وَكَثُرَ مَالُهُ . رواه أَبُو داود والترمذي ، وقال : (( حديث حسن )) .

Dari Shokhr bin Wada’ah al-Ghamidi ash-Shahabiyi, semoga Allah meridhainya, bahwasanya Rasulullah SAW berdo’a: “Ya Allah, berilah berkah untuk umatku di waktu pagi (3x), dan keadaan beliau jika mengutus tentara atau pasukan perang, beliau mengirimnya di awal hari (pagi). Sedangkan Shokhr adalah seorang pedagang, dia mengirim dagangannya itu pada awal hari (pagi), maka dia menjadi kaya dan bertambah banyak hartanya. (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi, dan dia berkata: (hadits ini adalah hadits hasan)

3. DIANJURKAN DISERTAI TEMAN KETIKA BEPERGIAN;

عن ابن عمرَ رضي اللهُ عنهما ، قَالَ : قَالَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم - : (( لَوْ أنَّ النَّاسَ يَعْلَمُونَ مِنَ الوحدَةِ مَا أعْلَمُ، مَا سَارَ رَاكبٌ بِلَيْلٍ وَحْدَهُ ! )) رواه البخاري.

Dari Abdullah bin Umar -semoga Allah meridhai keduanya-, dia berkata; telah bersabda Rasulullah SAW: “Andaikan orang-orang mengetahui bahayanya orang yang berjalan sendirian sebagaimana yang aku ketahui, maka tidak akan ada orang berkendaraan yang berani berjalan sendirian pada waktu malam.” (HR. Bukhari)

4. DIANJURKAN MENGANGKAT SEORANG PEMIMPIN YANG AKAN DITAATI KETIKA BEPERGIAN LEBIH DARI SEORANG;

وعن أَبي سعيد وأبي هُريرة رضي اللهُ تَعَالَى عنهما، قالا : قَالَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم - : (( إِذَا خَرَجَ ثَلاَثَةٌ في سَفَرٍ فَليُؤَمِّرُوا أحَدَهُمْ )) حديث حسن ، رواه أَبُو داود بإسنادٍ حسن .

Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah -semoga Allah meridhai keduanya-, mereka berkata: telah bersabda Rasulullah SAW: “apabila ada tiga orang yang keluar untuk satu perjalanan, maka hendaklah mereka mengangkat pemimpin (rombongan) salah seorang diantara mereka”. (Hadits Hasan. H.R. Abu Daud dengan sanad Hasan)

5. DIANJURKAN MERAWAT DAN BERSIKAP BIJAKSANA (BERBUAT IHSAN) ATAS KENDARAAN YANG DITUMPANGI KETIKA MELAKUKAN SAFAR;

عن أَبي هُريرةَ - رضي الله عنه -، قَالَ : قَالَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم - : (( إِذَا سَافَرْتُمْ فِي الخِصْبِ، فَأعْطُوا الإبلَ حَظَّهَا مِنَ الأَرْضِ، وَإِذَا سَافَرْتُمْ في الجدْبِ، فَأسْرِعُوا عَلَيْهَا السَّيْرَ، وَبَادِرُوا بِهَا نِقْيَهَا، وَإِذَا عَرَّسْتُمْ، فَاجْتَنِبُوا الطَّرِيقَ ؛ فَإنَّهَا طُرُقُ الدَّوَابِّ، وَمَأوَى الهَوَامِّ بِاللَّيْلِ )) رواه مسلم .

Dari Abu Hurairah -semoga Allah meridhainya-, dia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: “Apabila kalian bepergian (melewati) daerah yang subur, maka penuhilah hak unta (kendaraan) dari bumi. Dan jika kalian bepergian (melewati) daerah yang gersang maka percepatlah laju jalannya unta (kendaraan), dan percepatlah sumsumnya. Dan jika kalian berhenti sebentar untuk beristirahat, maka hindarilah berhenti di (tengah) jalan, sebab itu merupakan tempat berjalannya binatang ternak, dan tempatnya singa di waktu malam”. (H.R. Muslim)

6. JIKA BERNIAT TIDUR KETIKA BERISTIRAHAT PADA WAKTU AWAL MALAM (JAUH DARI WAKTU SHALAT SHUBUH), MAKA DIANJURKAN TIDUR BERBARING KE SEBELAH KANANNYA. TETAPI JIKA HENDAK TIDUR PADA WAKTU DEKAT MENJELANG SHUBUH, MAKA DIANJURKAN TIDUR DENGAN CARA MEMBENTANGKAN SIKUT DAN MENEMPATKAN KEPALA DI ATAS TELAPAK TANGANNYA (AGAR SHALAT SHUBUH TIDAK KETINGGALAN);

وعن أَبي قتادة - رضي الله عنه -، قَالَ : كَانَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم - إِذَا كَانَ فِي سَفَرٍ، فَعَرَّسَ بِلَيْلٍ اضْطَجَعَ عَلَى يَمِينهِ ، وَإِذَا عَرَّسَ قُبَيلَ الصُّبْحِ نَصَبَ ذِرَاعَهُ ، وَوَضَعَ رَأسَهُ عَلَى كَفِّهِ. رواه مسلم

Dari Abu Qatadah -semoga Allah meridhainya-, dia berkata: “Adalah Rasulullah SAW apabila sedang berada dalam satu perjalanan, kemudian berhenti sebentar untuk beristirahat di waktu malam, beliau berbaring menghadap ke sebelah kanan beliau, dan apabila beliau berhenti sebentar untuk istirahat pada saat waktu mendekati shubuh, beliau membentangkan tangannya (dari siku sampai ujung jari), dan meletakkan kepala di atas telapak tangannya. (H.R. Muslim)

7. KETIKA BERISTIRAHAT DAN TIDUR, DIANJURKAN MEMILIH TEMPAT YANG AMAN

8. KETIKA BERISTIRAHAT DI PERJALANAN, DILARANG TERPISAH DARI KELOMPOK;

وعن أَبي ثَعْلَبَةَ الخُشَنِيِّ -رضي الله عنه-، قَالَ: كَانَ النَّاسُ إِذَا نَزَلُوا مَنْزِلاً تَفَرَّقُوا في الشِّعَابِ وَالأوْدِيَةِ. فَقَالَ رسولُ الله-صلى الله عليه وسلم-: (إنَّ تَفَرُّقكُمْ فِي هذِهِ الشِّعَابِ وَالأوْدِيَةِ إنَّمَا ذلِكُمْ مِنَ الشَّيْطَانِ !) فَلَمْ يَنْزِلُوا بَعْدَ ذَلِكَ مَنْزِلاً إِلاَّ انْضَمَّ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ. رواه أَبُو داود بإسناد حسن .

Dari Abu Tsa’labah al-Khusyani -semoga Allah meridhainya-, dia berkata; “Keadaan orang-orang apabila singgah di suatu tempat, mereka terpisah-pisah di perbukitan dan lembah-lembah. Maka Rasulullah SAW bersabda: “sungguh tercerai-berainya kalian sesungguh-nya itulah perbuatan dari syetan! Maka setelah (kejadian) itu, mereka tidak berhenti di suatu tempat kecuali sebagian dari mereka berkumpul dengan sebagian yang lainnya. (H.R. Abu Daud dengan derajat hasan)

9. DIANJURKAN SALING TOLONG MENOLONG DENGAN SESAMA PADA SAAT BEPERGIAN;

وعن أَبي سعيد الخدري - رضي الله عنه - ، قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ في سَفَرٍ إذْ جَاءَ رَجُلٌ عَلَى رَاحِلَةٍ لَهُ ، فَجَعَلَ يَصْرِفُ بَصَرَهُ يَمِيناً وَشِمَالاً ، فَقَالَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم- : (مَنْ كَانَ مَعَهُ فَضْلُ ظَهْرٍ فَلْيَعُدْ بِهِ عَلَى مَنْ لاَ ظَهْرَ لَهُ ، وَمَنْ كَانَ لَهُ فَضْلُ زَادٍ فَلْيَعُدْ بِهِ عَلَى مَنْ لاَ زَادَ لَهُ) ، فَذَكَرَ مِنْ أصْنَافِ المَالِ مَا ذَكَرَهُ ، حَتَّى رَأيْنَا ، أنَّهُ لاَ حَقَّ لأَحَدٍ مِنَّا فِي فَضْلٍ . رواه مسلم.

Dari Abu Sa’id al-Khudzriy -semoga Allah meridhainya-, dia berkata: “Ketika kami berada di suatu perjalanan, tiba-tiba datang seorang laki-laki di atas kendaraan miliknya, kemudian laki-laki tersebut mulai mengarahkan pandangannya ke kanan dan ke kiri. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang mempunyai kelebihan harta yang banyak, maka berikanlah yang lebih itu kepada orang yang tidak mempunyai harta. Dan barangsiapa yang mempunyai perbekalan yang lebih, maka berikanlah yang lebih itu kepada orang yang tidak memiliki bekal. Kemudian beliau menyebutkan pembagian harta yang telah beliau sebutkan sehingga kami berpendapat bahwa tidak ada hak sama sekali bagi seseorang dari kami dalam hal yang lebih (dari keperluan). (H. R. Muslim)

10. DIANJURKAN BERDO’A KETIKA SAFAR

وعن أَبي هريرة - رضي الله عنه - ، قَالَ : قَالَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم - : (( ثلاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَات لاَ شَكَّ فِيهِنَّ : دَعْوَةُ المَظْلُومِ ، وَدَعْوَةُ المُسَافِرِ ، وَدَعْوَةُ الوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ )) رواه أَبُو داود والترمذي ، وقال : ( حديث حسن ). وليس في رواية أَبي داود : ( عَلَى وَلَدِهِ ).

Dari Abu Hurairah -semoga Allah meridhainya-, berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: “Ada tiga macam do’a yang akan dikabulkan (oleh Allah), tidak diragukan lagi tentang ketiganya; “(yakni) Do’a orang yang terdzalimi, Do’a orang yang bepergian, dan Do’a orang tua terhadap anaknya”. (H.R. Abu Daud dan at-Turmudzi, dia mengatakan: Hadits yang Hasan. Sedangkan dalam riwayat Abu Daud tidak ada lafadz (‘ala waladihi: terhadap anaknya)

11. DO’A KETIKA NAIK KENDARAAN

اَللهُ اَكْبَرُ (3×)

سُبْحَانَ الَّذِى سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ . اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِى سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى . اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ . اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِى السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِى الأَهْلِ . اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِى الْمَالِ وَالأَهْلِ والْوَلَدِ.

“Maha Suci Dzat yang telah menundukkan kendaraan ini untuk kami, sedang sebelumnya kami tidak mampu. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami (di hari Kiamat). Ya Allah! Sesungguh-nya kami memohon kebaikan dan taqwa dalam bepergian ini, kami mohon perbuatan yang meridhakan-Mu. Ya Allah! Permudahlah perjalanan kami ini, dan dekatkan jaraknya bagi kami. Ya Allah! Engkau-lah teman dalam bepergian dan yang mengurusi keluarga(ku). Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelelahan dalam bepergian, pemandangan yang menyedihkan dan perubahan yang jelek dalam harta dan keluarga dan anak-anak.”

(Berdasarkan H.R. Muslim dari Ibnu Umar r.a)

12. KETIKA PULANG DARI SAFAR DAN DI SAAT MELIHAT KAMPUNG HALAMAN DIANJURKAN UNTUK BERDO’A;

آيِبُونَ ، تَائِبُونَ ، عَابِدُونَ ، لِرَبِّنَا حَامِدُونَ

“Kami kembali dengan bertaubat, tetap beribadah dan selalu memuji kepada Tuhan kami”

(Berdasarkan H.R. Muslim dari Ibnu Umar r.a)

Do’a ini dibaca terus menerus hingga tiba di kampung halaman

13. DIANJURKAN TAKBIR SEBANYAK 1X, 2X, ATAU 3X KETIKA MELEWATI JALAN YANG MENANJAK ATAU KETIKA BERADA DI TEMPAT YANG TINGGI, SERTA DIANJURKAN MEMBACA TASBIH SEBANYAK 1X, 2X, ATAU 3X KETIKA MELEWATI JALAN YANG MENURUN ATAU KETIKA BERADA DI TEMPAT YANG RENDAH;

وعن ابن عمرَ رضي اللهُ عنهما ، قَالَ : كَانَ النَّبيُّ - صلى الله عليه وسلم - وجيُوشُهُ إِذَا عَلَوا الثَّنَايَا كَبَّرُوا ، وَإِذَا هَبَطُوا سَبَّحُوا . رواه أَبُو داود بإسناد صحيح.

Dari Ibnu Umar -semoga Allah meridhai keduanya-, dia berkata: “Nabi SAW dan pasukannya apabila menaiki jalan-jalan yang mendaki mereka bertakbir dan apabila mereka menurun mereka bertasbih”. (H.R. Abu Daud dengan sanad yang shahih)

14. KETIKA KHAWATIR DAN MERASA TAKUT TERHADAP SUATU KAUM, MAKA DIANJURKAN BERDO’A;

اللَّهُمَّ إِنَّا نَجْعَلُكَ فِى نُحُورِهِمْ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ شُرُورِهِمْ

“Ya Allah! Sesungguhnya kami menjadikan Engkau di leher mereka (agar kekuatan mereka tidak berdaya dalam berhadapan dengan kami), dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan mereka.”

(Berdasarkan H.R. at-Turmudzi dari Abu Musa al-Asy’ari)

15. KETIKA SINGGAH DI SUATU TEMPAT, MAKA DIANJURKAN BERDO’A DENGAN DO’A;

أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ

"Aku berlindung dengan segala firman-firman Allah yang lengkap sempurna dari gangguan (kejahatan) semua makhluk-Nya"

(Berdasarkan H.R. Muslim dari Khaulah binti Hakim)

16. DO’A KETIKA MENGHADAPI MALAM DALAM SUATU PERJALANAN

يَا أرْضُ، رَبِّي وَرَبُّكِ اللهُ ، أعُوذُ بِاللهِ مِنْ شَرِّكِ وَشَرِّ مَا فِيكِ ، وَشَرِّ مَا خُلِقَ فِيكِ ، وَشَرِّ مَا يَدِبُّ عَلَيْكِ ، وَأعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ أسَدٍ وَأسْوَدٍ ، وَمِنَ الحَيَّةِ وَالعَقْرَبِ ، وَمِنْ سَاكِنِ البَلَدِ ، وَمِنْ وَالِدٍ وَمَا وَلَدَ

"Hai bumi, Robb-ku dan Robb-mu adalah Allah. Aku berlindung kepada Allah dari gangguanmu dan gangguan yang ada padamu, dan dari gangguan makhluk yang ada padamu, dan dari gangguan yang hidup di mukamu. Aku berlindung kepada Allah dari gangguan singa, srigala, ular, kalajengking dan dari penghuni negeri serta dari bapak (iblis) dan anak (syetan).

(Berdasarkan H.R. Abu Daud dari Ibnu Umar)

17. DIANJURKAN UNTUK SEGERA PULANG KEMBALI KEPADA KELUARGA JIKA MAKSUD DAN KEPERLUAN SUDAH SELESAI;

عن أَبي هريرة - رضي الله عنه - : أنَّ رسول الله - صلى الله عليه وسلم - ، قَالَ : (( السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنَ العَذَابِ، يَمْنَعُ أحَدَكُمْ طَعَامَهُ وَشَرابَهُ وَنَوْمَهُ، فَإذَا قَضَى أحَدُكُمْ نَهْمَتَهُ مِنْ سَفَرِهِ ، فَلْيُعَجِّلْ إِلَى أهْلِهِ )) متفقٌ عَلَيْهِ.

Dari Abu Hurairah -semoga Allah meridhainya- Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Bepergian itu adalah sebagian dari siksa, seseorang terhalang dari makan, minum dan tidurnya. Maka jika salah seorang dari kalian telah selesai menunaikan maskudnya, hendaklah ia segera kembali kepada keluarganya.” (H.R. Bukhari Muslim)

18. DIANJURKAN PULANG DARI SAFAR PADA WAKTU SIANG HARI, DAN MAKRUH HUKUMNYA PULANG DARI SAFAR PADA WAKTU MALAM HARI, KECUALI ADA HALANGAN ATAU TELAH MEMBERITAHUKAN TERLEBIH DAHULU KEPADA KELUARGANYA;

وعن أنسٍ - رضي الله عنه - ، قَالَ : كَانَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم - لا يَطْرُقُ أهْلَهُ لَيْلاً ، وَكَانَ يَأتِيهمْ غُدْوَةً أَوْ عَشِيَّةً . متفقٌ عَلَيْهِ

Dari Anas -semoga Allah meridhainya-, berkata: “Adalah Rasulullah SAW tidak biasa mengetuk pintu keluarganya pada waktu malam, dan beliau biasa mendatangi mereka pada waktu pagi atau sore hari”. (H.R. Bukhari Muslim)

19. DIANJURKAN UNTUK MENJADIKAN MESJID YANG ADA DI KAMPUNG HALAMAN SEBAGAI TEMPAT YANG PERTAMA KALI DISINGGAHI, KEMUDIAN MELAKSANAKAN SHALAT DUA RAKA’AT DI MESJID ITU;

عن كعب بن مالِك - رضي الله عنه - : أنَّ رسولَ الله - صلى الله عليه وسلم - كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ ، بَدَأ بِالْمَسْجِدِ فَرَكَعَ فِيهِ رَكْعَتَيْنِ . متفقٌ عَلَيْهِ.

Dari Ka’ab bin Malik -semoga Allah meridhainya-: “Sesungguhnya Rasulullah SAW jika tiba dari bepergian, beliau mendahulukan masuk ke mesjid dan shalat dua raka’at di dalam mesjid itu”. (H.R. Bukhari Muslim)

20. HARAM HUKUMNYA BAGI SEORANG PEREMPUAN BEPERGIAN TANPA DITEMANI MAHRAMNYA;

عن أَبي هريرة - رضي الله عنه -، قَالَ: قَالَ رسولُ الله - صلى الله عليه وسلم -: (( لاَ يَحِلُّ لامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَومِ الآخِرِ تُسَافِرُ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ عَلَيْهَا )) متفقٌ عَلَيْهِ.

Dari Abu Hurairah -semoga Allah meridhainya- berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir bepergian dalam perjalanan sehari semalam kecuali bersama mahramnya”. (H.R. Bukhari Muslim)

 

Si Alim dan Penjaga Toko

January 11, 2014

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Syahruddin El-Fikribanner-group-ppi2


Dikisahkan pada suatu masa, ada seorang alim yang tinggal di desa. Dia mempergunakan hari-harinya dengan mendekatkan diri kepada Allah. Dia juga menjaga dirinya dari hal-hal yang bisa membuatnya lalai mengingat Allah.

Suatu malam kala tertidur, sang alim bermimpi. Dalam mimpinya ia menyaksikan seorang penjaga toko memiliki keimanan lebih baik darinya.

Saat terbangun, dia merasa aneh, karena dirinya yang begitu banyak mendekatkan diri kepada Allah SWT, ternyata masih kalah hebat dibandingkan sang penjaga toko.

Dia berpikir mimpinya hanya bunga tidur semata. Walau demikian, sang alim belum merasa puas. Dia penasaran dengan mimpinya. Akhirnya, dia pun bertekad mencari sang penjaga toko yang hadir dalam mimpinya.

Singkat cerita, sang alim bisa bertemu dengan penjaga toko. Dia memerhatikan kegiatan si penjaga toko itu. Si penjaga toko melayani pembeli dengan lapang dada. Tak lupa, senyum manis ia berikan kepada para pembelinya.

Ketika panggilan shalat tiba, si penjaga toko pun pergi menunaikan ibadah shalat. Tak lama, ia kembali lagi ke toko untuk menjaga dan menjualkan barang milik majikannya.

Saat menyaksikan ada sang alim yang belum dilayani, sang penjaga toko kemudian menemuinya. Ia pun memberi salam dan menyapanya. “Adakah yang bisa saya bantu untuk tuan,” kata si penjaga toko.

Sang alim menyampaikan dirinya tak membutuhkan apa-apa. Dia menyampaikan perihal mimpinya dan ingin menyaksikan kegiatan si penjaga toko saja.

“Saya tak menemukan sesuatu yang begitu istimewa dari kegiatan Anda. Mengapa keimanan Anda dianggap melebihi kebiasaan yang saya lakukan,” ujar si alim.

Si penjaga toko terdiam. Dia enggan menceritakan kegiatannya. Namun, karena terus didesak, ia akhirnya mau menceritakan yang sesungguhnya.

“Baik tuan, sebelum saya menjelaskannya, saya punya satu permintaan yang harus tuan kerjakan. Dan bila tidak, maka saya juga tidak akan menceritakannya,” kata si penjaga toko. Sang alim pun menyanggupinya.

“Ini ada cawan datar yang berisi air raksa. Tolong bawa cawan ini hingga ke ujung jalan dan bawa kembali ke sini dalam waktu kurang 30 menit tanpa ada air raksa yang tumpah,” ujar si penjaga toko.

Sang alim pun segera membawa cawan itu dengan sedikit berlari. Hampir saja air raksa itu tumpah. Ia kemudian memilih berjalan secara hati-hati dan konsentrasi agar air raksa tidak tumpah. Sang alim berhasil sampai ke ujung jalan.

Ia kemudian kembali lagi. Upaya yang sama ia lakukan seperti sebelumnya, yakni berjalan pelan, hati-hati, penuh konsentrasi, dan fokus, agar air raksa tak tumpah.

Dan dalam waktu kurang dari 30 menit, sang alim berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik, kendati dengan nafas menggebu. Ia lalu menyerahkan cawan itu dan memohon sang penjaga toko menceritakan kegiatannya.

Karena tugas sudah dilaksanakan dengan baik, si penjaga toko pun memujinya. Ia bertanya kepada sang alim. “Selama membawa cawan berisi air raksa ini, berapa kali tuan mengingat Allah?” ujarnya.

“Ingat Allah? Tidak, saya tidak sempat mengingat-Nya sama sekali, karena saya harus konsentrasi agar cawan berisi air raksa ini tidak tumpah,” terang sang alim.

Akhirnya si penjaga toko menjelaskan, letak perbedaan antara dirinya dengan sang alim.  “Tuan, selama menjaga toko ini, saya harus tetap fokus untuk mengingat Allah. Sama dengan yang tuan lakukan membawa cawan berisi air raksa ini. Tuan fokus, dan penuh konsentrasi. Saya juga demikian, tetap melayani pembeli dengan ramah dan sesuai syariat, tapi saya harus selalu fokus mengingat Allah,” ujar si penjaga toko. Ia pun mengutip bunyi QS an-Nur [24]: 37-38.

Kisah ini, menjadi pendorong bagi kita sebagai Muslim, untuk senantiasa fokus dan konsentrasi mengingat Allah (zikir) dalam kondisi apa pun. Karena, hanya dengan cara mengingat-Nya, maka diri kita akan selamat. (QS Ali Imran [3]: 190-191). Wallahu a’lam.

View the original article here

KOREKSI SEJARAH KH.FIRDAUS AN

January 10, 2014

BENDERA ISLAM

KH. Firdaus AN, mantan Ketua Majelis Syuro Syarikat Islam kelahiran Maninjau tahun 1924 dalam bukunya “ Syarikat Islam Bukan Budi Utomo : Meluruskan Sejarah Pergerakan Bangsa “( seperti ditulis Rizky Ridyasmara dlm ppiindia ),  menilai bahwa Budi Utomo (BO)  tidaklah memiliki andil untuk perjuangan kemerdekaan, mereka itu adalah para pegawai negeri  ( ambtenaar ) yang digaji Belanda untuk mempertahankan penjajahan yang dilakukan tuannya atas Indonesia. 

BO juga tidak turut mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemerdekaan, karena telah bubar pada tahun 1935. BO adalah organisasi sempit, lokal dan etnis sentris. Hanya orang Jawa dan Madura yang boleh menjadi anggotanya. BO didirikan di Jakarta tanggal 20 Mei 1908 atas prakarsa para mahasiswa kedokteran STOVIA, Soetomo dan kawan-kawan.

Di dalam rapat-rapat perkumpulan dan bahkan dalam penyusunan Anggaran Dasar Organisasi-pun BO tidak menggunakan bahasa Indonesia, melainkan menggunakan bahasa Belanda. Dalam rapat-rapat, BO tidak pernah membahas tentang kesadaran berbangsa dan bernegara yang merdeka. Mereka hanya membahas bagaimana memperbaiki tarap hidup orang-orang Jawa dan Madura di bawah pemerintahan Ratu Belanda.
View the original article here

Sejarah Pesantren Persis Di Indonesia

by : info_persis

ppi5

Tweps, hari ini kita kultwit tentang sejarah Pesantren Persis, Persatuan Islam ya.. Bismillah...

1. Persis sejak awal konsen di dunia pendidikan sbg salahsatu jalan dlm berdakwah mnyebarkan faham Quran Sunnah d Indonesia #PesantrenPersis

2. Awal pendirian Persis, pendidikan dlakukan dg ceramah2, diskusi, yg dselenggarakan oleh pribadi pendirinya: HM. Zamzam

3. HM. Zamzam & A. Hassan biasanya mjd pmbicara dlm ceramah & diskusi yg digelar Persis mmbahas akidah & ibadah #PesantrenPersis

4. Lalu terbentuklah madrasah utk anak2 anggota Persis & pemuda yg sdh tamat sekolah menengah pemerintah diasuh A.Hassan #PesantrenPersis

5. Sekitar tahun 1927 madrasah itu memulai aktifitas belajar, diskusi dlsb. A.Hassan sbg pembimbing pun ikut berdinamika #PesantrenPersis

6. A.Hassan sndiri mrs trdorong utk mmprdalam kajian utk mnjawab masalah2 yg mncul dlm diskusi2 d mdrasah tsb #PesantrenPersis

7. Pendidikan Formal Persis dikenal dg PENDIS mrupakan cikal bakal #PesantrenPersis atas inisiatif M. Natsir pd thn 1930an.

8. Gagasan awal PENDIS adlh mmberikan pendidikan bg rakyat pribumi sbg bntuk perlawanan thd ketimpangan sosial & penjajahan #PesantrenPersis

9. Masyarakat yg mayoritas Muslim kala itu bodoh & terbelakang, tdk paham Islam dan tdk bs baca Quran #PesantrenPersis

10. Thn 1932 berkumpul kaum muslim yg peduli thd pendidikan menyepakati brdirinya PENDIS berupa kursus sore dbina M.Natsir #PesantrenPersis

11. PENDIS brtujuan utk mmbrikan plajaran2 ilmu modern yg dipadukan plajaran agama Islam brupa Frobel Scool (TK), HIS, MULO #PesantrenPersis

12. PENDIS yg diketuai M.Natsir jg ajarkan prdagangan, prtukangan, asrama, kursus2, ceramah2 & kwekschool (skolah guru) #PesantrenPersis

13. PENDIS smkin brkmbang. thn 1938 dg inisiatif alumninya PENDIS dibuka d 5 cabang di Jabar, Kalimantan & Bangka #PesantrenPersis

14. PENDIS kmudian pndah ke gedung yg lbh besar di Jl. Lengkong Besar 16 Bdg yg disokong dana oleh HM. Junus. #PesantrenPersis

15. Krn HM. Junus sbg penyokong dana meninggal, maka PENDIS tdk mamapu mmbayar sewa gedung smapai diusir pemiliknya #PesantrenPersis

16. M.Natsir memanfaatkan gd milik Persis d Jl. Lengkong Besar 74 Bdg sampai akhirnya PENDIS dtutup paksa Jepang thn 1942 #PesantrenPersis

17. Kita flashback ke Maret 1936, A.Hassan mndirikan lembaga pendidikan utk kajian agama bernama "Pesantren Persatuan Islam #PesantrenPersis

18. Tujuan utama #PesantrenPersis A. Hassan adlh mncetak kader2 muballigh Persis.

19. Yg mnarik, #PesantrenPersis ini didirikan oleh jamiyyah, bukan oleh A.Hassan scr pribadi, brbeda dg pesnatren lain d indonesia kala itu

20. Pesantren di tanah air kala itu semuanya didirikan atas inisiatif individu, kiayi skaligus yg mngasuhnya #PesantrenPersis

22. #PesantrenPersis A.Hassan tsb disebut "Pesantren Besar" dg staf pengajar M.Natsir & R. Abdul Kadir dll. Bermaksud mncetak kader ulama.

23. "Pesantren Kecil" untuk anak2 pd sore hari dikepalai Hasan Hamid & slhsatu gurunya KHE. Abdurrahman #PesantrenPersis

25. 15 santri lainnya bertahan di Bandung dibawah binaan KHE. Abdurrahman & digabung dg Pesantren Kecil sore hari #PesantrenPersis

26. Sekolah Pendis yg ditutup Jepang pun muridnya pindah ke Pesantren Kecil, hingga bertambah banyaklah santrinya #PesantrenPersis

24. Thn 1940, A.Hassan mmutuskan pindah ke Bangil, Pasuruan, Jatim & mndirikan #PesantrenPersis disana. 25 dr 40 santri ikut bersama beliau

27. Sejak saat itulah Pesantren Kecil lebih dikenal dengan sebutan PESANTREN PERSATUAN ISLAM tingkat ibtidaiyyah #PesantrenPersis

28. #PesantrenPersis kemudian mengadopsi kurikulum Pendis (yg ditutup Jepang) yakni pelajaran2 umum

21. #PesantrenPersis didirikan utk mncetak kader yg "Tafaqquh Fid Diin" faham agama diambil dr QS. At Taubah: 122

29. Tahun 1948 M. Isa Anshory terpilih sebagai Ketua Umum Persis dan KHE. Abdurrahman sbg Sekjen "Pusat Pimpinan" Persis #PesantrenPersis

30. Di thn itu pula dilakukan pembenahan thd #PesantrenPersis dan Persis mulai menampakan identitas dakwah pendidikan-nya.

31. Atas prakarsa M.I Sudibya tahun 1948 #PesantrenPersis Bandung dibuka di Jl. Kalipah Apo no. 5 (Skrg dijadikan Kantor PP Persistri)

32. Setelah melakukan penyempurnaan kurikulum, akhirnya thn 1950 #PesantrenPesis membuka jenjang pendidikan Tsanawiyyah

33. Thn 1955 Bidang Pendidikan Persis mulai melakuakn standarisasi & penyeragaman kurikulum #PesantrenPersis yg saat itu sdh 20 Jumlahnya.

34. Stlh standarisasi kurikulum #PesantrenPersis Bandung, mjd model bg seluruh Pesantren Persis di Indonesia

35. #PesantrenPersis thn 1956 ada 3 jenjang; Ibtidaiyyah kelas tahdiri a & b, kelas I, II, III & IV. Tkt Tsnawiyyah 4 thn, Mu'allimin 2 thn

36. Bg yg tdk ibtidaiyyah namun ingin ke tsanawiyyah #PesantrenPersis, thn 1954 dibuka kelas persiapan (tajhiziyah) selama 2 thn

37. Thn 1980 tdp 78 #PesantrenPersis di seluruh Indonesia. Yg terbesar adlh Bandung (Pajagalan) & Bangil.

38. Thn 80-90an bbrp #PesantrenPersis berkembang (muridnya lbh dr 100) mmbuka tkt Tsanawiyyah: PPI 19 Bentar, PPI 76 Tarogong, PPI 67 Benda

39. Thn 2008 #PesantrenPersis brkembang pesat hingga ke luar Jawa. dg 102 Diniyyah, 10 MI, 9 Tajhiziyyah, 92 Tsn, 40 Mln & 2 Aliyyah

40. Rincian #PesantrenPersis bisa dicek di http://t.co/TxkNdyIom0

41. Hingga thn 2010 Persis pun mengelola sekolah umum. Thn 2008: 4 SD, 5 SMP, 3 SMA d Jkt, Cianjur, Sukabumi, Ciamis, Tasik, Bdg dan Grt.

42. Perguruan Tinggi nanti kita bahas lbh rinci di kultwit berikutnya, smntara ini ada 3 Jenis: STAI, STKIP dan Mahad Aliy #PesantrenPersis

43. #PesantrenPersis akan terus bertamabah, terus berkembang, terus melahirkan pemimpin umat dan bangsa. Insya Allah.

44. Alhamdulillah Kultwit Selesai, semoga bermanfaat bagi kita semua. Jangan lupa: MUSLIM KEREN ITU SEKOLAH DI #PESANTRENPERSIS setujuuuuu??