Yatim Secara Psikologis

October 7, 2010

Persis - Seorang anak masuk jeruji besi lantaran terlibat narkoba. Sementara itu, anak yang lain terpaksa dinikahkan dini dan putus sekolah karena terlalu jauh menjalin hubungan dengan lawan jenis. Banyak kasus memalukan dan memilukan yang menimpa anak-anak kita. Hampir di semua wilayah Indonesia, kasus serupa itu berserak dan sudah menjadi hal lumrah. Padahal, peristiwa itu jauh dari akhlak Islam.

Hendaknya kita malu dan merasa berdosa dengan kasus-kasus yang tak jauh dari pandangan mata itu. Bukankah malu itu sebagian dari iman? Lalu, apa sebenarnya yang terjadi?

Ternyata banyak anak yatim di sekeliling kita. Anak yatim bukan hanya sekadar ditinggal mati orang tuanya. Anak yatim juga berarti bahwa mereka yang sama sekali tidak mendapat perhatian orang tuanya.

Mereka memiliki orang tua, tetapi keduanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Mereka sibuk dengan hobi dan pergaulannya di luar. Tidak ada figur yang mereka teladani kecuali tayangan televisi dan tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Teladan mereka adalah budaya urakan dan pergaulan bebas.

Dalam ajaran Islam, orang tua seharusnya memiliki perhatian lebih terhadap anak-anaknya. "Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu." (QS At-Tahrim [66]: 6).

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata, "Barangsiapa yang tidak mengajarkan hal-hal yang bermanfaat kepada anaknya dan membiarkan begitu saja, berarti dia telah mendurhakai anaknya."

Read fullarticle

republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/10/08/139012-menjadi-yatim-psikologis

No comments:

Post a Comment