Persatuan Islam atau Persis lahir di bandung pada tanggal 12 september 1923 oleh KH Zamzam, yang berasal dari palembang dan Muhammad Yunus. Pada tahun 1926 masuk A Hassan sosok yang paling berpengaruh dalam mewarnai paham dan gerakan persis. Kemudian pada tahun 1927 bergabung Mohammad Natsir, yang merupakan murid dari A Hassan dalam bidang keagamaan.
Untuk menyebarkan paham dan ide-idenya persis waktu itu menerbitkan risalah dan majalah. antara lain Pembela Islam (1929-1935), al Fatawa (1933-1935), Soal Jawab ( 1931-1940), al-lisan (1935-1942), at-Taqwa (dalam bahasa sunda 1937-1941 ), laskar islam (1937), dan al-Hikam ( 1939 ).
Pada tahun 1940 Ahmad Hassan beserta 25 muridnya pindah ke bangil, Jawa Timur, sedangkan pesantren yang ada di bandung di lanjutkan oleh KH E Abdurrahman. Pada masa penjajahan Jepang, organisasi persis tidak mengalami perkembangan karena menentang kebijaksanaan penjajah yang menyuruh melakukan Sei kerei, yaitu memberi hormat kepada kaisar Jepang dengan cara memmbungkukkan badan 90 derajat ke arah Tokyo.
Pada tanggal 8 November 1945, Persis turut membidani lahirnya Masyumi di Yogyakarta, sebagai wadah politik umat islam di Indonesia. Persis menjadi anggota istimewa di dalam masyumi bersama Muhammadiyah dan NU, maka sejak saat itu persis sangat aktif di bidang politik praktis . Apalagi ketua umum persis waktu itu KH Isa Anshary di tunjuk sebagai ketua umum partai Masyumi wilayah jawa-barat (1950-1954), dan pernah pula ditunjuk sebagai anggota Dewan Pimpinan Masyumi tahun 1945-1960. Namun sejak Masyumi membubarkan diri pada tanggal 13 September 1960, Otomatis Persis menarik diri dalam dunia politik, kemudian di era kepemimpinan KH E Abdurrahman (1961-1983), Persis mengeluarkan tausiah (fatwa) yang melarang semua anggota dan pesantren serta ustad untuk aktif di bidang politik praktis.
Tujuan utama organisasi Persis ini adalah gerakan keagamaan yang ingin memurnikan ibadah umat dari paham yang dianggap menyimpang seperti takhayul, bid’ah, dan churafat (TBC), dan mengembalikan pemahaman keagamaan masyarakat pada nilai-nilai islam yang sebenarnya yaitu al-Quran dan Hadits Nabi. ( tidak berpatokan kepada pemahaman para madzhab. red).
- Sumber pokok ajaran adalah Al-Quran dan Hadits
- Telogi – Allah mempunyai sifat
- Fikih – tidak berdasarkan suatu mazhab, tetapi berdasarkan Al-Quran dan Hadits
- Ahklak – berdasarkan Al-Quran dan Hadits
- A Hassan | - KH Mohammad Zamzam | - Mohammad Yunus |
- Mohammad Natsir | - KH Isa Anshary | - KH E Abdurrahman |
- K.H.A Latif Muchtar MA | - KH Shiddiq Amien | - M Maman Abdurrahman MA |
Berawal akan di adakanya Reuni Akbar atau Muakhoat Alumni Pesantren Persatuan Islam – PERSIS 73 Garogol, Kami yang suka ngumpul bareng online bersepakat untuk membuat situs atau blog yang sangat sederhana ini. Tujuan awalanya sangat simple sekali yakni ingin mengumpulkan informasi data akhi dan akhwat alumni, ngobrol seputar almamater tercinta dan mudah-mudahan dapat berbagi informasi yang bermangfaat baik bagi alumni khususnya dan umumnya bagi santri dan santriwan pesantren persis 73 garogol. Dan kami berharap semoga blog yang sederhana ini dapat memberikan mangfaar sekaligus sebagai awal yang baik untuk membuat situs alumni dengan pengelolaan yang baik dan kepengurusan yang resmi. Atas respons dan partisifasi aktif dari para alumni baik dukungan secara moril dan materil selama ini kami sangat berterima kasih sekali. Ikatan Alumni Pesantren Persis 73 Garogol Ikatan Alumni Pesantren Persis 73 Garogol ( Iluni ppigarogol ) Dibentuk pada tahun 1998, saat itu angkatan yang keluar dari pesantren masih sekitar tiga ( 3 ) angkatan. Walaupun begitu ikatan alumni ini telah memiliki ADR/ART dan sejumlah program yang saat itu di saksikan dan dihadiri oleh alm Ust Drs, Entang Muchtar Ketua Bidang Jam’iyyah PP. Persis. Visi Dan Misi Kepengurusan Iluni PPi garogol priode 1998
Kang ! seperti yang saya ulas pada postingan revisi “ Situs Blog Alumni Pesantren Persis Garogol “ , Alhamdullilah sebenarnya sekarang sudah selesai, tapi tidak berarti sudah final, karena pasti ke depan nya banyak konten dan aksesories yang perlu di tambahkan pada situs pesantren persis kita ini. Dan tentang itu kamu jangan khawatir karena masih dalam situasi aman terkendalikan .. hahaha. – maaf kang pernyataan tersebut bukan pengakuan yang arogan tapi untuk meyakinkan kamu agar jangan dirisaukan. - Justru sekarang ini yang paling penting dan sedang saya lakukan ialah memperbaiki perinkat situs alumni ini terlibat aktif di bagian atas SERP's (Search Engine Results Pages), baik itu untuk mesin pencarian di google, yahoo atau bing, atau istilah yang populer dengan sebutan optimasi mesin pencari. - Dengan demikian, perjuangan kita untuk perubahan dan reformasi di tubuh persis tidak menjadi sia-sia, kampaye ide-ide kita untuk memperbaiki keadaan tidak menjadi sampah di jagad inernet, jika situs ini berada pada halaman depan bukan pada halaman juru kunci alias buncit. Tapi apa yang kamu katakan benar kang !. proyek yang sedang saya kerjakan ini adalah proyek di atas langit dan tidak membumi. karena kondisi alumni kita belum terbiasa bahkan mungkin tidak pernah bersentuhan dengan internet atau IT. Jangankan yang tidak pernah online, alumni yang sering online pun belum tentu aktif dan mendukung situs ini. Hal itu merupakan sesuatu yang sudah saya pikirkan kang.. saya mesti berada pada posisi yang bijak dan pada tempat yang seobyektif mungkin. dan ini merupakan pilihan jalan perjuangan yang saya pilih dan harus saya terima dengan segala konsekuensi dan resikonya. Mungkin tulisan saya ini “ Berjuang Untuk Blog Idealis “, dapat menjelaskan sikap saya. - Lagi pula kang .. blog ini telah mengembalikan gairah api yang dulu menyala-yala, blog yang menuntun saya untuk menemukan kembali SIAPA DIRI SAYA INI ?
Jelaslah sudah kenapa persis jumlah anggotanya sampai sekarang sangat sedikit jika di bandingkan dengan ormas islam seperti Muhammadiyyah atau Nu misalnya, ternyata karena persis lebih menitikberatkan pada semangat keberagamaan yang sesuai dengan nilai-nilai islam sebagaimana yang telah di jelaskan dalam al-Quran dan Sunnah Nabi. Sedangkan untuk kegiataan ke orgnisasian dan membentuk banyak cabang atau menambah sebanyak mungkin anggota bukan tujuan yang utama. Hal ini dapat kita temukan dalam buku “ Manifest Perjuangan Persatuan Islam “ karya Isa Anshary. Dalam buku tersebut beliau mengatakan, Persis mengutamakan perjuangan dalam lapangan ideologi Islam dan bukan dalam bidang organisasi. Persis berjuang membentuk dirinya menjadi intisari dari kaum Muslim. “Ia mencari kualitas, bukan kuantitas. Ia mencari isi, bukan jumlah.”
Pada postingan berikut ini, saya tulis ulang profile singkat tokoh-tokoh persatuan islam atau istilah dalam organisasi persis di sebut pimpinan pusat persatuan islam. Dilahirkan di Kampung Jembatan Berukir, Alahan Panjang, Sumatra Barat, pada 17 Juli 1908. Ia adalah putra pasangan Sutan Saripado-seorang pegawai pemerintah-dan Khadijah. Ia pergi ke Bandung pada 1927 untuk melanjutkan studinya di AMS A-2 (setingkat SMA sekarang). Di Kota Kembang ini, minat Natsir terhadap agama semakin berkembang. Karena itu, selama di Bandung, Nastir berusaha memperdalam ilmu agamanya dengan mengikuti pengajian-pengajian Persis yang disampaikan Ahmad Hassan. Selain itu, Natsir juga mengikuti pelajaran agama di kelas khusus yang diadakan oleh Ahmad Hassan untuk anggota muda Persis yang sedang belajar di sekolah milik Pemerintah Belanda. Bahkan, dengan inisiatif Natsir, Persis kemudian mendirikan berbagai lembaga pendidikan, antara lain Pendidikan Islam ( Pendis ) dan Natsir sebagai direkturnya ( 1932-1942 ) serta Pesantren Persatuan Islam pada 4 Maret 1936. Keberadaan sekolah-sekolah ini ditujukan untuk membentuk kader-kader yang mempunyai keinginan memperdalam dan mampu mendakwahkan, mengajarkan, dan membela ajaran Islam. Natsir adalah orang yang terlibat langsung dalam proses kaderisasi di bawah bimbingan Ahmad Hassan. Dengan demikian, Natsir mempunyai hubungan yang dekat dengan Persis. Di bawah kepemimpinannya, Persis menjelma menjadi organisasi yang bukan hanya berupa kelompok diskusi atau pengajian tadarusan kelas pinggiran, melainkan sebuah organisasi Islam modern yang potensial. Dalam waktu singkat, ia berhasil menempatkan Persis dalam barisan organisasi Islam modern. Masa setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia merupakan periode kedua Persis sesudah kepemimpinan KH Zamzam, KH Muhammad Yunus, Ahmad Hassan, dan Mohammad Natsir yang mendengungkan slogan “Kembali kepada Alquran dan As-Sunnah”. Pada periode kedua ini, salah seorang tokoh Persis yang pernah memimpin adalah KH Mohammad Isa Anshary. KH Mohammad Isa Anshary lahir di Maninjau Sumatra Tengah pada 1 Juli 1916. Pada usia 16 tahun, setelah menyelesaikan pendidikannya di Madrasah Islam di tempat kelahirannya, ia merantau ke Bandung untuk mengikuti berbagai kursus ilmu pengetahuan umum. Di Bandung pula, ia memperluas cakrawala keislamannya dalam Jam’iyyah Persis hingga menjadi ketua umum Persis. Tampilnya Isa Anshary sebagai pucuk pimpinan Persis dimulai pada 1940 ketika ia menjadi anggota hoofbestuur ( Pusat Pimpinan ) Persis. Tahun 1948, ia melakukan reorganisasi Persis yang mengalami kevakuman sejak masa pendudukan Jepang dan Perang Kemerdekaan. Tahun 1953 hingga 1960, ia terpilih menjadi ketua umum Pusat Pimpinan Persis. Selain sebagai mubaligh, Isa Anshary juga dikenal sebagai penulis yang tajam. Ia termasuk salah seorang perancang Qanun Asasi Persis yang telah diterima secara bulat oleh Muktamar V Persis ( 1953 ) dan disempurnakan pada Muktamar VIII Persis ( 1967 ). Dalam sikap jihadnya, Isa Anshary menganggap perjuangan Persis sungguh vital dan kompleks karena menyangkut berbagai bidang kehidupan umat. Dalam bidang pembinaan kader, Isa Anshary menekankan pentingnya sebuah madrasah, tempat membina kader-kader muda Persis. Semangatnya dalam hal pembinaan kader tidak pernah padam meskipun ia mendekam dalam tahanan Orde Lama di Madiun. Kepada Yahya Wardi yang menjabat ketua umum Pimpinan Pusat Pemuda Persis periode 1956-1962, Isa Anshary mengirimkan naskah “Renungan 40 Tahun Persatuan Islam” yang ia susun dalam tahanan untuk disebarkan kepada peserta muktamar dalam rangka meningkatkan kesadaran jamaah Persis. Melalui tulisannya, Isa Anshary mencoba menghidupkan semangat para kadernya dalam usaha mengembangkan serta menyebarkan agama Islam dan perjuangan organisasi Persis. Semangat ini terus ia gelorakan hingga wafatnya pada 2 Syawal 1389 H yang bertepatan dengan 11 Desember 1969. KH Endang Abdurrahman tampil sebagai sosok ulama rendah hati, berwibawa, dan berwawasan luas. Dengan gaya kepemimpinan yang luwes, ia telah membawa Persis pada garis perjuangan yang berbeda: tampil low profile dengan pendekatan persuasif edukatif, tanpa kesan keras, tetapi teguh dalam prinsip berdasarkan Al-Quran dan Sunnah. Abdurrahman dilahirkan di Kampung Pasarean, Desa Bojong Herang, Kabupaten Cianjur, pada Rabu, 12 Juni 1912. Ia merupakan putra tertua dari 11 bersaudara. Ayahnya bernama Ghazali, seorang penjahit pakaian, dan ibunya bernama Hafsah, seorang perajin batik. KH Aburrahman dikenal sebagai seorang ulama besar dan ahli hukum yang tawadhu. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menelaah kitab-kitab, mengajar di pesantren, dan hampir setiap malam mengisi berbagai pengajian. Sosok ulama Persis yang satu ini, sebagaimana ditulis Fauzi Nur Wahid dalam bukunya KHE Abdurrahman: Peranannya dalam Organisasi Persatuan Islam, semula memiliki pemahaman keagamaan yang bersifat tradisional. Namun, pada kemudian hari, ia beralih menjadi ulama yang berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunnah serta menentang berbagai ibadah, khurafat, dan takhayul. Pada masa kepemimpinannya, banyak persoalan mendasar yang dihadapi Persis. Di antaranya, bagaimana mempertahankan eksistensi Persis di tengah gejolak sosial politik yang tidak menentu. Jihad perjuangan Persis dihadapkan pada masalah-masalah politik yang beragam. Selain itu, Persis juga berhadapan dengan aliran-aliran yang dianggap menyesatkan umat Islam. Untuk menghadapi aliran tersebut, ia memerintahkan para mubaligh Persis dan organisasi yang ada di bawah Persis untuk terjun ke daerah-daerah secara rutin dalam membimbing umat. Dilahirkan di Garut pada 7 Januari 1931 dari pasangan H Muchtar dan Hj Memeh. Sejak kecil, KH Abdul Latief Muchtar sudah bersentuhan dengan Persis hingga akhirnya menjadi ketua umum Persis, menggantikan KHE Abdurrahman yang wafat. Jika Persis kini tampak low profile, itu semua tidak lepas dari kepemimpinan KH Abdul Latief. Pada masa kepemimpinannya, Persis berjuang menyesuaikan diri dengan kebutuhan umat pada masanya yang lebih realistis dan kritis. Pada masa awal jabatannya sebagai ketua umum Persis, KH Abdul Latief dihadapkan pada keguncangan jamaah Persis karena adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 yang menuntut semua organisasi kemasyarakatan ( ormas ) di Indonesia mencantumkan asas tunggal Pancasila sebagai asas dalam anggaran dasar organisasinya. Persoalan asas tunggal ini dihadapi dengan visi dan pemikiran KH Latief yang akomodatif. Ia mencoba menjembatani persoalan ini dengan baik. Dalam bidang jam’iyyah ( organisasi ), KH Latief bertekad menjadikan organisasi Persis makin terbuka ( inklusif ). Persis harus mampu diterima semua kalangan, tanpa ada kelompok yang merasa takut dengan keberadaannya. KH Latief bercita-cita mengembangkan objek dakwahnya ke lingkungan kampus. Baginya, kampus adalah lembaga intelektual yang harus dirangkul dan diisi dengan materi dakwah yang tepat. Karena itulah, ia mendukung sepenuhnya pembentukan organisasi otonom mahasiswa Persis di berbagai perguruan tinggi dalam satu wadah Himpunan Mahasiswa dan Himpunan Mahasiswi Persis.ed: syahruddin el-fikri Sumber: abdaz.wordpress.com/persatuan-islam-persis/ Sumber: Islam Digest , Republika, Ahad, 3 Oktober 2010 / 24 Syawal 1431 H
Melanjutkan postingan tengtang A Hassan “ A Hassan Ulama Besar Persatuan Islam “. Pada Postingan berikut ini menjelaskan pertemuan dan surat menyurat antara A Hassan bersama Soekarno tentang agama. yang terkenal dengan sebutan “ Surat-surat dari Endeh “. Menurut Tamar Djaja (1980:24-25) perkenalan A. Hassan dengan Bung Karno diawali ketika keduanya sama-sama bertemu di percetakan Drukerij Economy milik orang Cina. Pada waktu itu Soekarno sedang mencetak surat kabar propaganda politiknya Fikiran Rakjat, sementara A. Hassan mencetak majalah-majalah dan buku-buku yang ia terbitkan. Dalam setiap pertemuannya di percetakan itu, antara keduanya sering terjadi dialog berbagai masalah. Rupanya sejak bergaul denganA. Hassan, Soekarno yang tadinya kurang memahami betul tentang agama, sedikit demi sedikit terbuka hatinya. Demikianlah, Soekarno mulai banyak belajar agama bersama A. Hassan meski pada taraf permulaan hanya melalui obrolan di percetakan. Lambat laun Soekarno banyak belajar lebih aktif melalui buku-buku dan majalah-majalah karangan A. Hassan. Terlebih lagi ketika Soekarno menjalani hukuman buang di Endeh Flores. Dalam kesepiannya Bung Karno merasa terhibur dengan datangnya kiriman buku-buku dan majalah-majalah dari A. Hassan. Setiap kapal yang merapat di Endeh, selalu membawa kiriman dari Banadung dari Tuan Hassan, tidak hanya buku dan majalah tetapi makanan kegemaran Bung Karno, biji jambu mede. Sejak di Endeh Flores itulah, Soekarno mengaku A. Hassan sebagai gurunya dalam hal agama. Lihatlah beberapa surat yang dikirimkannya kepada A. Hassan yang terdapat dalam buku karangan Soekarno Dibawah Bendera Revolusi (1964:325-344) dalam satu bab khusus surat-surat Islam dari Endeh; dari Ir. Soekarno kepada T. A. Hassan, Guru “Persatuan Islam”. Berikut ini beberapa surat soekarno yang dikirimkan kepada A. Hassan dalam pembuangannya di Endeh ta(dikutip kata-kata pembukaannya saja dengan ejaan yang berlaku sekarang). Endeh, 1 Desember 1934: Assalamu’alaikum, Jika saudara memperkenankan, saya minta saudara mengasih hadiah kepada saya buku-buku yang tersebut dibawah ini; Pengajaran Shalat, Utusan Wahabi, Al-Muchtar, Debat Talqin, Al-Burhan,Al-Jawabir. Kemudian dari pada itu, jika saudara ada sedia, saya minta sebuah risalah yang membicarakannya soal “sayid” ………dst. Endeh, 25 Januari 1935: Assalamu’alaikum, Kiriman buku-buku gratis beserta kartu pos telah saya terima dengan girang hati dan terimakasih yang tiada hingga. Saya menjadi termenung sebentar, karena merasa tak selayaknya dilimpahi kebaikan hati saudara sedemikian itu. Ja Allah Yang Mahamurah. Pada ini hari semua buku dari anggitan yang ada pada saya baca. Saya ingin sekali membaca lain-lain buah pena saudara. Dan ingin pula membaca “Buchari” dan “Muslim” yang sudah tersalin dalam bahasa Indonesia atau Inggris? Saya perlu kepada Buchari atau Muslim itu, karena disitulah dihimpunkan hadits-hadits yang dinamakan shahih ……..dst. Endeh, 26 Januari 1935: Assalamu’alaikum, Tuan punya kirimn pos paket telah tiba di tangn saya seminggu yang lalu. Karena terpaksa seminggu kapal, baru ini harilah saya bisa menyampaikan kepada tuan terima kasih kami laki istri serta anak. Biji jambu mede menjadi “gayeman” seisi rumah, di Endeh ada juga jambu mede, tapi varieteit “liar”, rasanya tak nyaman. Maklum, belum ada orang menanam varieteit yang baik. Oleh karena itu,maka jambu mede itu menjadikan pesta. Saya punya mulut sendiri tak berhenti-berhenti mengunyah! Buku-buku yang tuan kirimkan itu segera saya baca, terutama “soal-jawab” adalah suatu kumpulan jawahir-jawahir. Banyak yang tadinya kurang terang, kini lebih terang. Alhamdulillah! …….dst. Endeh, 17 Juli 1935 …………………… Alhamdulillah, antara kawan-kawan saya di Endeh, sudah banyak yang mulai luntur kekolotan dan kejumudannya. Kini mereka sudah mulai sehaluan dengan kita dan tak mau mengambing saja lagi kepada kekolotannya, ketakhayulannya, kejumudannya, kehadramautannya, kemesumannya, kemusyrikannya (karena percaya kepada ajimat-ajimat, tangkal-tangkal, dan keramat-keramat) kaum kuno, dan mulailah terbuka hatinya buat “agama yang hidup”. Mereka ingin baca buku-buku PERSATUAN ISLAM, tapi karena malas, mereka minta pada saya mendatangkan buku-buku itu denga separoh harga. …….dst. Endeh, 15 September 1935 Assalamu’alaikum, Paket pos telah kami ambil dari kantor pos, kami dari Endeh membilang banyak terima kasih atas potongan harga 50% yang tuan izinkan itu. Kawan-kawan semua bergirang, dan mereka ada maksud lain kali akan memesan buku-buku lagi, insya Allah. Saya sendiri pun tak kurang-kurang berterimakasih, mendapat hadiah lagi beberapa brosur. Isinya kongres Palestina itu, tak mampu menagkap “centre need of Islam” …….dst. Dibawah ini surat yang sangat pendek yang dikutip lengkap; mengabarkan meninggalnya mertua Soekarno di Endeh. Endeh, 25 Oktober 1935 Assalamu’alaikum, Sedikit khabar yang perlu saudara ketahui: hari jum’at, malam sabtu 11/12 obtoberybl. Saya punya ibu mertua, yang mengikut saya ke tanah interniran, telah pulang kerahmatullah. Suatu percobaan yang berat bagi saya dan saya punya istri, yang Alhamdulillah, kami pikul dengan tenang dan tawakal dan ikhlas kepada ilahi. Berkat bantuan tuhan, Inggit tidak meneteskan air mata setetespun juga, begitu pun saya punya anak Ratna Djuami. Yah semiga-moga Allah senantiasa mengeraskan apa yang masih lembek pada kami orang bertiga. Yang timah menjadi besi, yang besi menjadi baja, amin! Kesakitan ibu mertua dan wafatnya, adalah menyebabkan saya belum bisa tulis surat yang panjang, maafkanlah! Sakitnya ibu mertua hanya empat hari. Wasalam, Soekarno Surat Soekarno yang berisi sikapnya terhadap mertuanya yang meninggal dunia dengan tidak melaksanakan tahlilan Endeh, 14 Desember 1935 …………… Kaum kolot di Endeh dibawah anjuran beberapa orang Hadramaut belum tentram juga membicarakan halnya saya tidak bikin “selamatan tahlil” buat saya punya ibu mertua yang baru wafat itu, mereka berkata, bahwa saya tidak ada kasihan dan cinta pada ibu mertua itu. Biarlah! Mereka tak tahu menahu, bahwa saya dan saya punya istri, sedikitnya lima kali satu hari, memohonkan ampunan bagi ibu mertua itu kepada Allah. Moga-moga ibi mertua diampuni dosanya dan diterima iman Islamnya. Moga-moga Allah melimpahkan Rahmat-Nya dan Berkat-Nya, yang ia, meski sudah begitu tua, toh mengikut saya ke dalam kesunyian dunia interniran! Amien! Surat Soekarno yang berisi kegembiraanya dan harapannya terhadap berdirinya pesantren persatuan islam Endeh, 22 April 1936 …………… Chabar tentang berdirinya pesantren (Pesantren Persatuan Islam tanggal 4 Maret 1936-penulis) sangat sekali menggembirakan hati saya. Kalau saya boleh mengajukan sedikit usul; hendaklah ditambah banyaknya pengetahuan barat yang hendak dikasihkan kepada murid-murid pesantren itu. Umumnya adalah sangat saya sesalkan, bahwa kita punya Islam Scholars masih sangat sekali kurang pengetahuan modern science …….dst. Surat-surat dari Endeh dari Soekarno kepada A. Hassan dapat menjadi saksi begitu dekatnya Soekarno dengan A. Hassan, meskipun sebelumnya terjadi polemik yang berkepanjangan antara Soekarno dan A. Hassan tentang Islam dan faham kebangsaan. A.Hassan selalu menghantam kaum nasionalis netral agama dibawah pimpinan Soekarno dalam tulisan-tulisannya di majalah Pembela Islam. Namun, A. Hassan tidak pernah dendam kepada Soekarno dan kawan-kawannya. Hal ini terbukti ketika Soekarno berada di dalam penjara Sukamiskin, A. Hassan dan kaum pembela Islam yang rajin menjenguknya dan memberikan buku-buku bacaan dalam penjara itu. Inilah suatu hal yang istimewa dalam diri A. Hassan. Beliau mengganggap Soekarno adalah lawannya, dan tidak pernah mendapat pujian daripadanya tentang gerakan dan cita-cita nasionalismenya. Hanyalah keritik dan hantaman tajam. Tetapi ketika Soekarno berada dalam penjara maupun pembuangannya di Endeh, A. Hassan memperlihatkan kebersihan hati dan jiwanya; A. Hassan beranggapan bahwa Soekarno adalah seorang “muallaf” yang perlu diberi bimbingan ruh batiniahnya dengan keislaman. Ia menganggap Soekarno adalah kawannya yang selalu ditentangnya, kawan yang selalu menjadi lawan polemik dan kritik (Tamar Djaya, 1980:42-43). Dalam hal ini tepatlah jika A. Hassan disebut “Singa dalam tulisan, tapi domba dalam pergaulan”. Sedemikian dekatnya A. Hassan dan Bung Karno, hingga pada suatu ketika, menurut Manshur Hassan salah seorang putra A. Hassan, pada pertengahan tahun 1953 A. Hassan jatuh sakit. Menurut dokter terserang paru-paru dan dirawat di rumah sakit Malang. Tidak tahu siapa yang memberitahu A. Hassan sakit, tiba-tiba A. Hassan mendapat kiriman uang sebesar Rp. 12.500 (pada saat itu cukup besar) lewat pos wesel dari Ir. Soekarno, presiden RI pada waktu itu. Hal yang menarik, setelah diketahui A. Hassan mendapat kiriman uang dari presiden Soekarno, para juru rawat dan dokter yang memeriksanya yang semula kurang memperhatikan A. Hassan, berubah sangat baik dan sangat memperhatikan kesehatan A. Hassan. Demikian pula, menurut keterangan Manshur Hassan, pada kira-kira tahun 1956, Presiden Soekarno pernah mengirim surat kepada A. Hassan yang isinya Soekarno menyatakan terimakasih atas pengetahuan agama yang didapatkannya dari A. Hassan dan surat itu diakhiri dengan kata-kata:”hutang emas dibayar emas, hutang budi dibawa mati”. Surat dari presiden Soekarno tersebuat pada tahun 1967 dibawa oleh Ir. Abdul Kadir (almarhum) dari Garut, salah seorang pengikut A. Hassan yang setia. sumber :w174rd.tk
Gara-gara akan adanya reunian akbar, otak ku otomatis terjebak tampa perlawanan dan penolakan batin untuk mengagas mendirikan situs alumni pesantren persatuan islam 73 garogol garut. sebagai bahan pijakan untuk meloncat pada situs yang lebih profesioanal. Namun proyek pembuatan situs alumni ini, yang pada awalnya hanya untuk menampung data alumni ternyata menjadi sangat liar memanah batin alam bawah sadar, menimbulkan gejolak pada mimpi-mimpi dan kenangan, mengentaskan ide-ide gila kaum jenius nan cemerlang. Duhai aku bersumpah atas nama pencipta malam, proyek situs alumni persis ini ternyata merangsang idealisme yang sempat terkubur oleh luka luka masa lalu. Siang dan malam sempat menyita syahwat ku untuk terus berjuang membesarkan blog ini. Untuk memetakan mimpi-mimpi idelisme , otomatis situs ikatan alumni pesantren persatuan islam 73 garogol harus menjadi number one di halaman simbah, walaupun sampai saat saya menulis manifesto ini, masih bertahan di posisi 35, untuk kata kunci “ persatuan islam “ dan nongkrong di posisi 9 untuk kata kunci “ pesantren pesatuan islam “ sedangkan untuk kaca kunci “ situs alumni “ masih belum nonghol.. heheh. Tetap Semangat !!.
Walaupun bukan pendiri Persatuan islam ( Persis ), namun A Hassan sosok yang paling berpengaruh dan merupakan guru central bagi persatuan islam. karya-karya nya menjadi rujukan bagi generasi penerus persis sampai saat ini, terutama buku “ Soal Jawab “, Tafsir Qur’an “ Al-Furqon “, dan tentang Tauhid – yang masih di pelajari sebagian santri pesantren persatuan islam. Menurut dari berbagai buku sejarah, A. Hasan adalah sosok ulama yang aktif dalam mengkaji Islam dan aktif pula dalam berdakwah, dalam hal ini A. Hassan sangat menaruh perhatian terhadap para pemuda Islam yang sedang bersekolah di sekolah-sekolah milik pemerintah kolonial Belanda yang sangat kurang memberikan pelajaran agama Islam. A. Hassan menyadari bahwa anak-anak muda yang tengah menuntut ilmu itu adalah calon pemimpin di masa datang yang perlu dibekali dengan pengetahuan agama yang memadai. Tekad A. Hassan untuk menarik para pemuda pelajar itu sangat kuat, bagaimanapun sibuknya, ia senantiasa menyempatkan diri untuk berbicara dengan para pemuda pelajar itu. Ditundanya pekerjaan yang sedang dikerjakannya, baik sedang mengoreksi buku atau sedang menyusun tafsir, bercakap-cakap dengan para pemuda calon pemimpin umat itu Dinggapnya lebih penting. Diantara murid-murid sekolah menengah yang sering ke rumah A. Hassan untuk bertanya dan membahas soal-soal agama Islam adalah Moehammad Natsir. Moehammad Natsir dilahirkan di Alahan Panjang Sumatra Barat pada tanggal 17 juli 1908, ia adalah anak seorang pegawai pemerintah. Moehammad Natsir tinggal di Bandung sejak tahun 1927 untuk melanjutkan studinya pada AMS (Algemene middelbare school setingkat SMA sekarang) setelah ia menyelesaikan sekolah dasarnya di HIS (Hollandsch Inlandsch school) dan sekolah menengah pertamanya di MULO (meet Uitgebreid Lager Onderwijs) di Minangkabau. Selain menyelesaikan sekoah formalnya, Natsir pun pernah belajar di sekolah agama di Solok yang dipimpin oleh Tuanku Mudo Amin, seorang pengikut dan kawan Haji Rasul tokoh gerakan pembaharuan Islam di Sumatra Barat. Ia juga mengikuti pelajaran agama secara teratur yang diberikan oleh Haji Abdullah Ahmad di Padang. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa Moehammad Natsir telah mengenal ajaran-ajaran kelompok pembaharu sejak kecil (Delar Noer, 1985:100). Di Bandung, minat Natsir terhadap agama semakin tinggi. Pada tahun 1929 ia mulai mengajar agama Islam di HIK (Hollands Inlandsche Kweekschool; sekolah guru) dan MULO. Selain itu ia berusaha memperdalam agamanya dengan turut serta secara teratur mengikuti shalat jum’at dan pengajian-pengajian yang diselenggarakan oleh Persis serta mengikuti pelajaran agama di kelas khusus yang diadakan oleh A. Hassan untuk para pemuda pelajar yang sedang belajar di berbagai sekolah milik pemerintah Belanda. Moehammad Natsir adalah orang yang terlibat dalam proses kaderisasi dibawah bimbingan A. Hassan. Dalam proses kaderisasi ini, Natsir mengalaminya pula dalam organisasi Jong Islamieten Bond cabang Bandung di bawah bimbingan Agus Salim. A.Hassan telah berhasil memberikan pemahaman keagamaan yang kuat hingga banyak melahirkan sosok ulama potensial. Moehammad Natsir menjadi orang yang beruntung mendapat warisan kecendekiaan Agus Salim dan warisan keulamaan A. Hassan. Hasilnya, Moehammad Natsir pernah menduduki berbagai jabatan penting, antara lain Ketua Pusat Pimpinan Persis, Ketua Partai Islam Indonesia Cabang Bandung pada zaman kolonial Belanda, Ketua Umum DPP Partai Masyumi, Perdana Mentri RI, Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII), disamping kedudukannya sebagai Wakil Presiden Mu’tamar Al-Alam Al-Islami dan anggota Majelis Ta’sisi Rabithah Al-Alam Al-Islami (Endang Syaifuddin Anshary, 1985:23). Selain Moehammad Natsir, tokoh-tokoh ulama dan politikus yang pernah menjadi murudnya antara lain adalah K.H.M Isa Anshary yang pernah menjadi Ketua Umum Pusat Pimpinan Persis (1948-1960); Ketua Umum Masyumi Jawa Barat dan anggota DPP Masyumi. Moehammad Natsir dan Isa Anshary dalam pandangan politiknya merupakan lawan dari Soekarno, yang juga pernah berguru kepada A. Hassan dalam berbagai persoalan keagamaan. Demikian pula Ustadz K.H.E Abdurrahman, Pemimpin pesantren Persis Bandung dan Ketua Umum Pusat Pimpinan Persis (1962-1983) yang juga pengasuh majalah At-Taqwa dan majalah Risalah adalah murud A. Hassan yang melanjutkan mengelola pesantren Persis di Bandung sejak ditinggalkan pindah oleh A. Hassan ke Bangil pada tahun 1941. Diantara murud-murudnya yang lain yang kemudian menjadi ulama besar dan memimpin pesantren-pesantren besar, adalah Ustadz Abdul Qadir Hassan, putra tertua A. Hassan, yang memimpin pesantren Persis di Bangil dan pengasuh majalah Al-Muslimun serata pernah menjadi ketua Majelis Ulama Persis (sekarang Dewan Hisbah); K.H.O.Qomaruddin Shaleh, oensyarah dan pernah menjadi Wakil Ketua Pusat Pimpinan Persis; K.H.M. Rusyad Nurdin, pensyarah di beberapa perguruan tinggi, ulama tekenal, dan pernah menjadi Wakil Ketua Pusat Pimpinan Persis dan Ketua DDII perwakilan Jawa Barat; Fakhroeddin Al-Khahiri, ulama besar teman seperjuangan Moehammad Natsir pada saat berguru kepada A. Hassan; dan masih banyak lagi ulama-ulama di daerah yang menjadi guru, ulama, mubaligh dan aktivis dalam berbagai organisasi keislaman, terutama para santri Persis angkatan pertama yang menjadi pelopor dan penggerak tegaknya Qur’an-Sunnah di tempat asal mereka. Disamping itu dapat pula diungkapkan beberapa kawan seperjuangan A. Hassan dalam menegakan Al-Qur’an dan Sunnah, disamping menjadi teman berdialog A. Hassan yang banyak menerima berbagai pemikiran yang dikemukakan A. Hassan, antara lain Ustadz Moenawar Chalil (Semarang), Ustadz K.H. Imam Ghazali (Jamsaran Solo), Prof. Dr. T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy (Yogyakarta), Ustadz Abdullah Ahmad (Jakarta), Ustadz M. Ali Hamidy (Jakarta), Ustadz Abdul Hakim dan Ustadz H. Zainuddin Hamidy (Minangkabau) dan lain-lain. Baca Juga : Surat-Surat Dari Endeh - Antara A Hassan Dan Bung Karno sumber : w174rd.tk
|